Siang ini, saya serasa kembali ke masa-masa kuliah di tahun 2006 lalu. Saat saya dan teman-teman menyerbu tiket box JAFF (Jogja-Netpac Asian Film Festival). Mulai dari film yang tidak jelas ceritanya, sampai film yang tenar dan banyak peminatnya. Mulai dari nonton di studio kecil di LIP (Lembaga Indonesia Perancis), sampai nonton di studio besar Cinema 21.
Bedanya saya dan JAFF dengan 5 tahun yang lalu adalah… Saya sudah beranjak dewasa dengan kesibukan sebagai seorang pekerja. Sedangkan JAFF masih tetap muda dengan film-filmnya yang semakin menarik untuk ditonton. Sehingga hasilnya, saya tidak bisa mengikuti semua jadwal film di JAFF seleluasa dulu.
Di JAFF 2011 kali ini ada satu film yang pingin banget saya tonton. Sebuah film action berjudul “The Raid”, garapan sutradara Gareth Evans. Mendengar judul dan nama orang di baliknya, sepertinya film ini buatan Hollywood. Eits, tunggu dulu. Nama boleh keinggris-inggrisan, tapi kenyataannya film produksi PT Merantau Films ini adalah film asli Indonesia yang sudah go internasional.

Sekilas cerita, film ini berjudul asli “Serbuan Maut”. Sang sutradara tidak menyangka, bahwa film ini mendapat apresiasi luar biasa di Toronto International Film Festival, dengan memenangkan The Cadillac People’s Choice Midnight Madness Award. Film yang dibintangi oleh mas ganteng Iko Uwais, seorang aktor baru dan atlet pencak silat ini, sangatlah bisa ditebak bahwa di dalamnya sangat kental terlihat keindahan pencak silat Indonesia. Dan kenyataannya, di situlah letak menariknya film action ini, sehingga sangat disukai oleh penonton di luar negeri sana.
Setelah itu, masa depan film ini menjadi cerah dan terbuka sangat lebar untuk diputar di bioskop-bioskop Amerika Serikat dan negara lain. Sony Pictures Classic telah mengumumkan untuk merilis film ini di Amerika di musim semi tahun 2012, dengan versi music score oleh Mike Shinoda (Linkin Park). Itulah kemudian judul film ini menjadi internasional sekali, dari “Serbuan Maut” menjadi “The Raid”.
Di Indonesia sendiri, film ini (dengar-dengar dari teman) baru akan dirilis bulan Maret 2012. Hhmm.. Masih 4 bulan lagi, dan itu lama bagi yang menanti untuk bisa menontonnya (seperti saya). Jadi, ketika tahu bahwa film ini akan diputar di JAFF 2011, saya benar-benar tidak ingin melewatkannya.
Setelah absen selama 5 tahun tidak mengikuti JAFF, tahun ini saya nge-hits lagi dengan rela antri panjang di TBY (Taman Budaya Yogyakarta). Demi tiket “The Raid”. Demi mas ganteng Iko Uwais. Demi masa depan industri perfilman Indonesia. Demi keindahan pencak silat Indonesia. Serta demi kian dan terima kasih.
Tapi sayang. Kenyataan berkata lain dan berkata tidak.
Setelah mengantri panjang di TBY selama 1 jam dan dengan high heels 8 cm (bagian ini harap di-underline sendiri). Saya tidak mendapatkan tiketnya sodara-sodara!!!! *nangis sesenggukan di bawah pohon beringin halaman TBY*

Oleh panitia JAFF 2011, sebenarnya pembelian tiket sudah dibatasi, yaitu 4 tiket oleh 1 orang. Tapi, kalau jam tayangnya cuma 2 kali, dengan kapasitas per studio cuma 200-an seat. Berarti, 100 orang antri langsung sudah sold out deh tiketnya. Mereka yang berhasil dapat tiketnya sudah antri sejak jam 11.00, padahal loket baru dibuka jam 13.00. Sedangkan saya yang gagal ini, baru datang jam 12.30. Sudah deh. Sukses saya pulang dengan tangan kosong tanpa tiket.
Yah… nasib-nasib… Saya memang sudah ditakdirkan menonton Iko Uwais tahun depan, dengan harga tiket yang lebih mahal. Beruntunglah mereka yang sudah mendapatkan tiketnya.
Tapi tetep aja sedih. Kenapa “The Raid” tidak berjodoh dengan saya?? (sengaja tanda tanya-nya banyak, wujud kesedihan saya yang mendalam)
Dan itu terjawab sudah, bahwa saya harus menerima kenyataan kalau saya ini sudah bukan mahasiswa lagi, yang punya waktu luang lebih banyak, dan bisa mengantri tiket sejak 2 jam sebelum loket dibuka.
Yak! Selamat datang di dunia profesionalitas kerja!