Hari ini, 23 April 2012 adalah Hari Buku & Hak Cipta Sedunia. Di aneka jejaring sosial, banyak yang menulis “Selamat Hari Buku” dalam berbagai versi. Tetapi, pertanyaan besar dalam benak saya muncul. “Benarkah kita telah rajin membaca buku?” Bukan sekadar buku handout sekolah/kuliah yang memang wajib kita baca. Bukan sekadar membaca flyer yang berisi iklan-iklan aneka produk fashion, elektronik, ataupun gadget. Dan bukan pula sekadar membaca kolom baris iklan di surat kabar untuk mencari mobil dijual, rumah dikontrakkan, dan lowongan pekerjaan.
Satu minggu yang lalu saya sempat mengobrol (tidak banyak) dengan beberapa personil inti sebuah EO Pameran Buku. Sedikit bocoran, di tahun 2012 ini mereka memutuskan untuk cuti sejenak dari aktivitas pameran buku di seluruh Indonesia. Alasannya? Beberapa event pameran buku terakhir ini sangat sepi pengunjung dan omzet yang didapatkan pun tidak banyak. Sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, sebuah gedung expo di Yogyakarta membocorkan grafik pengunjung di berbagai event yang diselenggarakan di sana, nama “Pameran Buku” pun tidak ada di list 10 besar di sana. Di peringkat satu, bertengger pameran komputer & gadget. Dan di peringkat dua, duduk dengan manisnya si pameran fashion & lifestyle.
Sungguh, sangat, amat, MENYEDIHKAN.
Bukan karena saya bekerja di industri perbukuan, lantas saya berkata hal ini menyedihkan. Tapi… Okelah, jujur saja. 30% saya sedih karena saya bekerja di industri perbukuan. 30% lagi karena saya suka membaca buku, tetapi kenyataannya tidak banyak yang bisa saya pengaruhi untuk mengikuti kegemaran saya. Dan 60% terakhir karena negara saya yang dikoar-koarkan “bobrok” ini, tidak akan maju kalau rakyatnya tidak suka baca.
Bangsa ini adalah bangsa konsumen. Padahal, kekayaan alam dan manusianya sangat menunjang untuk menjadi bangsa produsen. Dulu di era 90-an, bacaan di Indonesia didominasi oleh buku-buku terjemahan. Lalu, dengan kemajuan kualitas manusia Indonesia, di tahun 2000-an mulai muncul banyaknya buku asli buatan orang Indonesia yang tidak kalah bagusnya dan tidak kalah bermutunya. Melihat sifat masyarakat Indonesia yang lebih suka buatan luar ketimbang buatan dalam, lalu berapa lama hal ini bertahan? Sampai sekarang.
Iya, sampai sekarang. Kalau kalian mau jeli dan pintar memilih buku, banyak sekali buku-buku bermutu buatan anak bangsa. Buku yang bisa menambah wawasan kalian, buku yang bisa menghibur kalian, buku yang isinya tidak sekadar copy paste dari aneka sumber, buku yang dikemas dengan maksimal tidak seadanya, dan buku yang isinya berdasarkan riset yang benar-benar bukan asal-asalan.
Tetapi, kenapa sekarang kenyataan berkata bahwa minat baca masyarakat Indonesia makin turun?
Prediksi saya, bisa jadi karena tingkat ekonomi masyarakat yang kurang mendukung. “Sudah dipusingkan dengan harga BBM yang perlahan tapi pasti akan naik, masih juga ditambahi dengan membeli buku. Haduhh.. makasih deh..” Begitu mungkin kata kalian dan orang kebanyakan.
Hei, bukankah seharusnya kita ini kreatif. Siapa bilang untuk suka membaca kita wajib membeli buku? Kenapa tidak meminjam buku? Memanfaatkan fasilitas perpustakaan daerah ataupun jasa peminjaman buku lainnya. Jelas, lebih murah.
Ya… itu sih kalau keinginan kita untuk membaca kuat.
Satu hal lagi yang menggelitik hati saya. Rakyat Indonesia gemar mengupdate gadget dan fashionnya, tetapi malas mengupdate isi otaknya dengan bacaan-bacaan bermutu. Sekalipun ada penerbit yang banting harga habis-habisan untuk buku-buku bermutunya, pengunjungnya tidak sebanyak toko elektronik yang banting harga. Meskipun uang dipakai untuk membeli Ipad keluaran terbaru yang punya fasilitas untuk membaca e-book dan e-magazine. Hal itu pun tidak digunakan untuk membaca. Padahal ya… di negara Paman Sam, Ipad diciptakan bukan sekadar untuk gaya-gayaan. Melainkan untuk memfasilitasi kegemaran anak-anak di sana dalam membaca dan menyentuh. Keren kan, bahkan sejak kecil anak-anak di sana mulai suka membaca, tidak heran negara itu maju dengan maksimal. Lalu dalam perkembangannya, Ipad di sana memang digunakan untuk membaca aneka bacaan, bukan cuma buat ngegame, retouch foto lalu pasang di facebook, atapun untuk gaya-gayaan update status, supaya nanti bisa muncul “Facebook for Ipad” atau “Twitter for Ipad”.
Hufftt… Sedih deh, tinggal di negara yang gayanya oke, pegang gadget terbaru, pakai fashion ter-trendy, tapi otaknya blong. Bisa banyak protes & mendemo sana-sini, tetapi gerakan nyata untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dengan membaca tidak dilakukan sama sekali.
Padahal ya.. Indonesia bisa, kalau rakyatnya suka baca!
Tidakkah kalian ingin menjadi bagian yang menjadikan Indonesia untuk bisa?