Kata teman-teman yang sudah menikah, “Menikah itu enggak enak. Tapi enak banget.”
Nah lo! Apa maksudnya coba.
Berhubung satu bulan lagi saya akan menikah, jadi kekhawatiran saya tentang pernikahan itu cukup mengusik. Damn! Ternyata benar kata orang-orang itu. Bahwa ketika detik-detik akan menikah, hati kecilmu akan terusik.
Tapi bedanya, saya tidak bertanya-tanya, “Is he the right guy for me?” Melainkan, “Am I the right woman for him and for our children?”
Saya percaya, kebahagiaan itu kita sendiri yang membentuknya. Bukan dari orang lain, bukan atas pemberian orang lain, dan bukan pula atas kerja keras orang lain. Begitu pula dengan kebahagiaan sebuah pernikahan. Bukan suami saja yang memberi dan bukan istri saja yang memberi. Tetapi keduanya saling memberi, maka keduanya telah menciptakan sebuah kebahagiaan.
Memberi apa? Tentunya memberi cinta.
“Kalau tidak saling mencintai, buat apa menikah?” Itu kata Romo Tata kemarin saat kami kanonik.
Tentunya saya mencintai calon suami saya. Sehingga saya sering bertanya-tanya, “Mampu enggak ya saya menyenangkan hati suami saya kelak?”
Membahagiakan dengan menyambutnya pulang kerja dengan senyum terindah. Padahal kalau lagi bete saya sering cemberut dengan bibir maju 1 centi.
Membahagiakan dengan membuatkannya masakan terlezat setiap hari. Padahal saya bukan koki handal, melainkan sebaliknya malas masak.
Membahagiakan dengan bangun pagi-pagi dan membangunkannya dengan kecupan mesra. Padahal saya ini pemalas sekali untuk bangun pagi.
Membahagiakan dengan membuatkannya teh manis hangat favoritnya setiap sore. Padahal ketika dia ke rumah, saya suka malas-malasan buatkan dia teh.
Membahagiakan dengan mengontrol emosi saya lebih baik lagi dan mengurangi frekuensi marah-marah. Padahal saya sering ngomel-ngomel ke dia yang punya usus sabar terpanjang sedunia itu.
Membahagiakan dengan rela mengurangi me time saya dan mengantinya dengan mengobrolkan masa depan keluarga kami. Padahal saya suka sekali menghabiskan waktu dengan melahap buku-buku dan berinternet ria, sendirian!
Dan ketika pertanyaan-pertanyaan itu saya ajukan kepadanya. Dia menjawabnya, “Bisa. Mari kita usahakan bersama-sama.”
Oohh.. How lucky I am.
Yes, I believe. He is the right guy for me, the right dad for our children, the right brother in law for my brother, and the right son in law for my parents.
One thought on “#Part4: Am I The Right Woman?”