Sharing Bisnis Bareng Gendhis

Oke, sepertinya ini postingan yang telat banget-nget. Udah lewat 2 bulan, dan baru menuliskan laporan pandangan mata sekarang. *toyor pala sendiri* Dan efeknya, tiap melewati Gendhis Natural Bag Gallery berangkat-pulang kerja membuat saya merasa berhutang cerita tentang kunjungan pertama ke sana bareng teman-teman di KEB. Soo… excited!

Beruntung banget, kali pertama main ke Gendhis Natural Bag, kami disambut oleh ownernya, Bu Ferry Yuliana. Jadilah siang itu kami bersama mendengarkan sharing inspiratifnya tentang bisnis. Cucok banget deh, sama saya yang pingin banget jadi mompreneur.

Bu Ferry dengan tas-tas Gendhis, siap berbagi inspirasi bisnis.
Bu Ferry dengan tas-tas Gendhis, siap berbagi inspirasi bisnis.

1. The power of Kepepet
Masih inget sama buku judul itu yang pernah terkenal dan bestseller? Kadang kala, ide-ide bisnis atau inspirasi datang di injury time atau mungkin saat dihadapkan pada sesuatu yang tidak kita harapkan.

Seperti Bu Ferry ini. Awalnya beliau bosan karena kehamilannya agak “bermasalah”, sehingga membuatnya harus bed rest berhari-hari. Biasanya bu dokter gigi ini aktif ke sana-kemari, tapi duduk atau tidur diam enggak ngapa-ngapain, aduh bisa lumutan kali ya..

Beruntung beliau punya hobi ketrampilan, merajut dan menganyam. Maka iseng-iseng bikinlah beliau tas untuk konsumsi pribadi. Eh… Enggak disangka temen-temennya suka dan pada pesen. Maka mulailah ide bisnis ini terlontarkan. Bikin tas handmade, dan bahan-bahannya adalah natural, seperti serat kayu. Maka jadilah merek tas ini terkenal di Jogjakarta, Gendhis Natural Bag.

Tas rajut cantik-cantik ini, mereknya "anaknya" Gendhis. Harganya murah meriah, under 300rb semua.
Tas rajut cantik-cantik ini, mereknya “anaknya” Gendhis. Harganya murah meriah, under 300rb semua.

2. Tekun
Mama saya pernah bilang, “Orang tekun itu bisa ngalahin orang cerdas.” Dengan kata lain, sekalipun bawaan lahir sudah cerdas tapi enggak diiringi dengan ketekunan, maka bisa-bisa disalip sama orang yang enggak cerdas tapi ketekunannya luar biasa.

Dalam bisnis pun sama. Mau modal segede apapun, mau produk sekeren apapun, kalau enggak diiringi dengan ketekunan, ya semuanya bakal jalan di tempat.

Bu Ferry menceritakan, bagaimana jatuh-bangunnya beliau merintis bisnis ini. Mengenalkan dan meningkatkan kesadaran orang pada merek tas lokal yang enggak kalah bagusnya dengan merek luar, itu awalnya susah. Menyedihkan padahal, ketika melihat mereka merogoh kocek lumayan untuk mendapatkan tas merek luar yang ternyata KW. Mendingan dari awal buat beli tas merek lokal kan. Harganya sama dengan tas-tas KW itu, tapi jelas yang ini produk asli dan lebih bagus kualitasnya.

Belum lagi, saat merintis bisnis ini, anak-anak Bu Ferry masih kecil-kecil. “Ya kira-kira seusia anak ini-lah,” ujarnya sambil menunjuk Luna. Karena saat itu saya emang sengaja ajak Luna untuk nemenin emaknya gaul.

Ribet? Jelas iya. Tapi ya gimana lagi. Kalau emang sudah diniati dari awal, ya harus komitmen dan ditekunin. Hasilnya pasti memuaskan. Dan buktinya, kondisi itu bisa beradaptasi dengan sangat baik. Anak-anaknya sangat homie saat diajak ibunya datang ke gallery. Ya karena sudah biasa sejak kecil.

Iih, jadi malu sama diri sendiri, yang sering nggak bisa membagi waktu antara anak dan bisnis. Emang sih, punya anak itu repot. Tapi kalo diniatin pasti bisa jalan bareng-bareng dengan berhasil. *singsingkan lengan baju*

Naik-naik... Setelah naik langsung betah, ndekem di sini. *Seleramu memang bagus, Nak*
Naik-naik… Setelah naik langsung betah, ndekem di sini. *Seleramu memang bagus, Nak*

3. Kreatif, Inovatif
Persaingan bisnis itu sekarang makin edan. Gampangnya ya, di sini ada Indomaret, beberapa meter di seberangnya ada Alfamart. Gimana nasib toko-toko kelontong atau mini market rumahan, coba? Ya kalau enggak pandai-pandai berinovasi, bisa kalah sama bisnis yang lebih besar itu.

Bisnis fashion apalagi. Tren yang terus berputar itu menuntut untuk selalu mampu mengikuti perkembangan jaman. Kalau dulu kesannya make tas bahan anyam itu old school dan tuwir banget, maka Gendhis mampu mengubahnya menjadi modis dan gaul banget. Caranya? Ya dengan bahan anyam tapi didesain se-modern mungkin dan mengikuti perkembangan tren fashion masa kini.

Bu Ferry lalu bercerita, salah seorang karyawannya pernah ada resign. Lalu beberapa minggu kemudian, tas-tas replika Gendhis ada dijual di Pasar Beringharjo dengan harga yang jauh lebih murah.

Kalau sudah begini, ya tidak ada kata lain untuk tidak berhenti berinovasi. Jangan sampe kalah sama yang replika. Semakin sering berinovasi, lama-lama tar pasar juga bakal tau mana yang asli, mana yang tiruan.

Bu Iriana Jokowi aja pake tas Gendhis loh... Masa kita enggak?
Bu Iriana Jokowi aja pake tas Gendhis loh… Masa kita enggak?

4. Pelayanan maksimal
“Pembeli adalah raja.” Sepertinya ungkapan itu masih berlaku hingga sekarang. Dengan memberinya pelayanan maksimal, maka mereka tidak akan sungkan untuk balik lagi belanja di tempat kita. Dan bahkan mereka akan sangat bersemangat untuk menceritakan pengalaman menyenangkannya belanja di tempat kita.

Jelas banget, ini dobel keuntungan buat kita. Omzet bertambah dan promosi gratis. Sstt… Hard selling sekarang udah enggak jaman lagi. Paling manjur itu promosi via testimonial yang sifatnya viral.

Begitu pula dengan Gendhis Natural Bag yang memberikan pelayanan maksimal untuk pelanggannya. Bu Ferry lantas bercerita, sudah bertahun-tahun yang lalu ada seorang pelanggan membeli tas di Gendhis. Tas itu jadi tas kesayangannya. Tapi tiba-tiba tasnya digigit tikus di salah satu pojok tas. Saat ingin menukarnya dengan tas serupa, jelas Gendhis sudah tidak punya. Model lama dan sudah sold out. Akhirnya, Gendhis memberinya free service dengan memperbaiki tas tersebut.

Ini mungkin yang kadang dilupakan saat bisnis sudah mulai memuncak. Merek sudah mulai dikenal dan dipercaya. Sehingga melupakan hal-hal kecil, yaitu dengan tetap memberi senyum dan pelayanan ekstra. Bukankah mempertahankan itu jauh lebih sulit?

SALE-SALE. Siapa yang mauuu...?
SALE-SALE. Siapa yang mauuu…?

5. Manajemen Bisnis
Bisnis itu tetaplah bisnis dan harus dikelola dengan manajemen yang profesional. Kalau acak adut, kecampur-campur dengan urusan pribadi, bisa kacau nanti.

Bu Ferry mengelola bisnis Gendhis Natural Bag ini sendiri. Tanpa berpartner dengan pihak luar. Meski pada akhirnya suaminya membantunya. Dan kadang perbedaan pendapat dalam bisnis terbawa sampai kamar. Tapi Bu Ferry mengaku lebih nyaman dengan manajemen seperti ini. Alasannya, dengan mengurusi sendiri akan lebih fleksibel dan tidak ada beban, harus seperti ini atau itu. Lalu buktinya, ditunjukkannya dengan hasil yang memuaskan. Gendhis Natural Bag bertahan hingga sekarang tanpa ada perpecahan. Tidak heran Bu Ferry dinobatkan sebagai Wanita Wirausaha Femina 2008.

Dan gara-gara ini nih, saya sering disindir sama suami. Manajemen keuangan bisnis saya kacau. Kalau diliat di pembukuan sih, untungnya lumayan. Tapi kalo ditengok di tabungan, lha kok tinggal dikit ya.. Trus gimana kalo mo kulakan? *garuk-garuk kepala* Bocor alus yang lumayan parah nih.. Kecampur-campur antara duit belanja pribadi dengan duit bisnis.

Aduh, Buk.. Pucing pala Lunski. Mau minta dibeliin tas yang mana ya enaknya..
Aduh, Buk.. Pucing pala Lunski. Mau minta dibeliin tas yang mana ya enaknya..

6. Berjejaring
Pesaing itu kadangkala tidak perlu dianggap sebagai pesaing, melainkan kawan bisnis. Kita bisa belajar banyak hal yang tidak diketahui sebelumnya dari seorang pesaing. Tidak perlu khawatir akan berdampak buruk pada omzet bisnis kita. Karena keuntungan berjejaring itu jauh lebih besar dibandingkan itu. Banyak yang bisa dikerjasamakan.

Semenjak pindah gerai yang lebih luas di Gamping, Ring Road Barat, Yogyakarta, Gendhis Natural Bag mengonsep gerainya dengan nama Gendhis and Friends. Tidak hanya produk tas Gendhis saja yang dijual tetapi ada produk lain. Jadi jangan heran kalau di sana kalian bakal menemukan batik-batik cantik, sendal, bahkan mainan anak.

Bu Ferry menunjukkan, meski ada perbedaan produk dan rival bisnis, tapi banyak yang bisa dikerjasamakan untuk kemajuan bersama.

Luna langsung lepas kendali, pingin megang aneka kids stuff di pojok ini.
Luna langsung lepas kendali, pingin megang aneka kids stuff di pojok ini.

Sekitar 2 jam kami main-main di Gendhis Natural Bags, dan… Luna betah banget. Dia seperti “menggila”. Jalan sana-sini. Eksplore sana-sini. Pingin pegang ini-itu. Dan spot yang paling menyenangkan buat dia tentu di mainan dan batik anak-anak.

Rasanya pingin pulang dengan menenteng tas baru. Tapi… Tidak untuk bulan ini. Lagipula suami sudah menjanjikan akan menghadiahi tas Gendhis, kalau proyeknya berhasil deal dengan calon klien yang ditemuinya sambil menunggui saya gaul sama emak-emak KEB. Dan benar, deal. Yey! Bakal dapat tas Gendhis bentar lagi.

Heh! Jangan keburu seneng dulu, Non! Ternyata ada bintang kecil di omongan suami. Syarat dan ketentuan berlaku: kalau pembayaran dari klien sudah lunas. Thats mean… Akhir tahun 2015 ini baru bisa punya tas Gendhis.

Trus lagi nih, pas mudik ke rumah ortu kemarin, dipamerin mama kalau abis dibeliin bapak tas Gendhis. Huhuhu… Makin mupeng berat nih.

So, Maks.. Kapan kita jalan-jalan cantik inspiratif lagi ya..
So, Maks.. Kapan kita jalan-jalan cantik inspiratif lagi ya.. Foto by Mak Ardiba.

5 thoughts on “Sharing Bisnis Bareng Gendhis

  1. Pingback: Travelers Couple: Manda dan Panda | Noni Rosliyani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *