Hampir Disambar Petir

petir

Jumat sore kemarin saya melalui perjalanan pulang kerja dengan sangat mencekam. Oh oke, mungkin lebay. Tapi beneran, asli. Sepanjang jalan tidak ada waktu untuk berimajinasi, saya hanya berdoa tidak henti-henti.

Jadi tiga hari terakhir ini Jogja sedang diberi hujan lebat setiap sore dan malam hari. Bikin sungai-sungai meluap, sehingga warga di sekitaran bantaran sungai harus mulai nyicil dievakuasi. Salah satu efek yang nyebelin adalah… air pam di rumah saya sempet mati setengah hari. Duhh… nasib kalo air beli.

Kantor saya di utara, rumah saya di selatan. Biasanya hujan di rumah saya ada delay-nya. Jadi saya sering beruntung, meninggalkan kantor yang akan turun hujan, tapi sampai rumah masih kering kerontang. Yes, bebas kehujanan. Barulah setengah jam kemudian hujan turun deras di rumah, sedangkan di kantor pasti sudah reda.

Tapi sore itu tidak. Sepanjang jalan saya kehujanan derassss sekaliiii… Sepertinya hujan turun rata derasnya mengguyur semua penjuru kota Jogja. Banyak jalanan tergenang air. Semua kendaraan berjalan pelan. Saya si anak motor pun bermantel basah dan berjalan super pelan.

Saat itu baru pukul 6 kurang, tapi sudah gelap sekali seperti pukul 8. Kalau di jalan raya masih sedikit terselamatkan oleh lampu-lampu mobil dan jalanan. Tapi saat masuk jalan kampung, motor saya berjalan sendirian dengan satu-satunya penerangan dari motor mio kesayangan.

Lalu tiba-tiba kilat menyambar. Sumpah saat itu saya ketakutan setengah mati. Jalan kampung yang sebenernya pendek itu berasa jauh sekali. Dan hanya motor saya yang berjalan seorang diri. Sementara kilat masih menyambar-nyambar sesuka hati.

Akhirnya, perjalanan yang terasa lama itu berakhir. Saya sampai rumah dengan selamat. Disambut celotehan Lunski yang ngangenin ati.

Sambil bercerita sama suami tentang perjalanan pulang kantor tadi, saya jadi ingat pengalaman 15 tahun lalu. Pengalaman yang bikin saya takut melihat petir.

Saat itu saya yang masih SMA asyik nonton film kartun di rumah sama adik saya yang paling kecil. Tiba-tiba hujan turun derass sekalii. Karena adik saya yang paling besar lagi main di rumah tetangga, mama meminta bapak untuk menjemputnya. Cuaca buruk seperti itu memang paling ayem kalau semua anggota keluarga berkumpul di rumah.

Berangkatlah bapak naik motor untuk menjemput adik saya. Cuma dekat, pakai mantel sebentar juga sudah sampai rumah.

Saat bapak dan adik baru saja kembali ke rumah, membuka pagar depan dan akan menutupnya lagi, tiba-tiba ada suara ledakan keras sekali dan TV yang saya tonton mati.

Mama berlari ke depan dan memastikan bahwa adik saya dan bapak baik-baik saja. Syukurlah, mereka memang baik-baik saja. Hanya kaki adik saya terluka dan berdarah terkena pecahan batu.

Ternyata ledakan barusan adalah petir yang menyambar rumah saya dan nyaris menyambar bapak serta adik saya. Adik saya bercerita, kilatannya terlihat jelas sekali hanya beberapa senti dari tubuhnya, hingga akhirnya petir itu menabrak tembok pembatas rumah di dekat pagar. Menyisakan tembok yang retak, dan pecahan batunya terlontar kena kaki adik saya.

Syukur yang tidak henti-henti terucap di bibir kami. Jika terlambat beberapa detik saja, adik saya yang akan tersambar petir.

Ternyata, petir tidak hanya menyambar sesuatu yang berada di posisi tertinggi. Buktinya, adik saya saat itu jelas tidak berada di posisi tertinggi. Masih ada atap di lantai dua dan masih ada pohon mangga yang tinggi. Tapi petir itu memilih untuk mendekatinya ketimbang mendekati ujung pohon mangga.

Meski begitu, seetelah kejadian itu bapak memutuskan untuk memasang penangkal petir di ujung tertinggi rumah. Dengan harapan kejadian seperti itu tidak akan terulang lagi. Dan memang tidak terulang hingga saat ini, serta semoga di hari-hari selanjutnya juga.

Paling cantik, diapit adik-adik ganteng, yang dari badannya sudah enggak keliatan bahwa mereka 6 dan 10 tahun di bawah saya.
Paling cantik, diapit adik-adik ganteng, yang dari badannya sudah enggak keliatan bahwa mereka 6 dan 10 tahun di bawah saya.

3 thoughts on “Hampir Disambar Petir

  1. ihhhhh, serem bangetttt… maut cuma seujung kuku lg ya mba…

    haduh, akupun paling takut dgr suara petir.. ato liat kilatan2nya pun udh ga merinding… makanya tiap lg ujan gede, dan aku msh dikantor, walo naik mobil, aku ttp milih nunggu ujan reda.. takut ama petirnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *