Dalam beberapa bulan terakhir ini, kebetulan atau entah kenapa, bacaan saya selalu seputar novel kisah keluarga. Sepertinya kisah keluarga lagi jadi tren kisah novel. Lebih klasik. Cinta tidak lekang zaman. Jauh lebih dalam ketimbang cinta cowok sama cewek.
Buku pertama, Happily Ever After karya Winna Efendi. Cerita tentang Lulu, seorang remaja yang kehilangan ayahnya karena sakit kanker. Dalam perjalanan menemani ayahnya pengobatan hingga detik-detik terakhir ayahnya pergi itu, Lulu kenalan sama Eli. Remaja yang juga terkena kanker dan berobat di rumah sakit yang sama dengan ayahnya.
Buku kedua, Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya. Cerita tentang Cakra dan Satya, kakak-beradik yang sejak kecil ditinggal bapaknya karena sakit kanker. Tapi, sekalipun bapaknya sudah pergi mereka tetap bisa merasakan kehadirannya. Lewat petuah-petuah yang direkam dan lewat video yang selalu ditonton setiap Sabtu. Video itulah yang jadi bekal mereka berdua menapaki hidup, memilih istri, menjadi ayah, dan membangun keluarga.
Buku ketiga, Memori karya Windry Ramadhina. Cerita tentang Mahoni yang benci sekali dengan ayahnya karena meninggalkan ibunya dan dirinya, lalu menikah lagi dengan wanita lain. Hingga tiba-tiba dia diberi kabar ayahnya meninggal karena kecelakaan bersama istri barunya. Mahoni yang awalnya malas pulang apalagi dia dibebani tugas baru, mengasuh Sigi adik angkatnya (anak dari ayahnya dan istri barunya). Namun, di rumah ayahnya itulah memori itu terluap. Kerinduan, penyesalan, memaafkan, melupakan, kompromi.
Semua benang merah novel ini adalah sama-sama menceritakan sosok ayah.
Saya pernah baca kalimat ini, tapi lupa sumbernya dari mana. Ayah itu adalah cinta pertama seorang anak perempuan, tapi dia juga orang pertama yang menyakiti hatinya.
Ehem… langsung ngangguk-ngangguk setuju. Inget bapak sendiri yang jadi role model suami keren masa kini, tapi juga sebel ketika inget dulu pernah berantem sama bapak sampe males pulang rumah.
Trus lihat Luna. Dia sama seperti saya, anak perempuan pertama di rumah. Nasibnya bakal seperti saya enggak ya.. Menjadikan bapak sendiri sebagai role model suami keren masa depan, tapi pas remaja berantem sama bapaknya karena enggak dibolehin pacaran sama si itu, enggak boleh bawa kendaraan sendiri, enggak dibolehin pergi pake baju itu, dan macem-macem aturan bapak lainnya. Ihh.. pucing pala princess. Bapak enggak tau mode!
Tapi, secuek-cueknya bapak sama anaknya, dia pasti sosok yang paling care banget. Menitipkan sejuta pertanyaan untuk anaknya lewat istrinya. Jadi, kesannya kita lebih dekat sama ibu. Padahal setiap pertanyaan, kamu pulang jam berapa?, siapa tuh yang anter kamu barusan?, dia anak mana?, kok bajumu terbuka banget sih, mbok diganti. Bisa jadi itu adalah titipan bapak semua.
Selamanya, kita ini tetep jadi daddys little girl. Dan sekalipun kita udah nemu the prince, tetep selamanya bapak adalah the king in our heart.
Duh, jadi kangen bapak. Mudik ah…
Setiap doa habis shalat malam pas giliran doain bapak selalu yang membuatku nangis bombai. Huhu… bapak… mudah2an engkau ditempatkan ditempat yg terbaik di sisi Nya. Aaamiiin
Btw, dah baca novel Ayah punya Andrea Hirata belum mak
Aduh.. malu aku. Buku dari penerbit kantor sendiri belum baca. >.< Tapi udah masuk waiting list mak.. As soon, setelah nyelesaiin In a Blue Moon-nya Ilana Tan.