Saya percaya banget, sejak dini anak bisa berkomunikasi dengan orangtuanya. Sejak dalam kandungan, sejak masih bayi merah, sejak dia belum bisa bicara, sejak dia cuma bisa nangis, sejak dia mengucapkan kata pertamanya. Meskipun mungkin dia atau kita diberi anugerah disabilitas pendengaran atau kemampuan bicara. Saya percaya anak dan orangtua apapun kondisinya pasti bisa berkomunikasi.
Dulu, pas hamil saya belajar hypnobirthing. Bidan yang sudah tersertifikasi tersebut enggak cuma ngajarin teknik-teknik hypnobirthing dan menikmati masa-masa kehamilan, serta melewati proses melahirkan dengan bahagia. Tapi juga ngobrol ke anak sejak dia masih di perut, dan setelah dia lahir, membisikkan afirmasi positif saat nyusuin atau pas dia tidur.
Sukses? Melahirkannya sih sukses. Tapi pas anak udah lahir, banyak bolong-bolongnya. Takut anak kebangunlah, dan malah saya yang ikut ketiduran pas sambil nyusuin. Trus bablas tidur sampe pagi. :)))
Setelah anak udah gede gini, udah bisa ngomong, udah bisa mengungkapkan apa maunya. Komunikasinya beda.
Ketika dia mulai ngeyel dan tantrum, memberinya pengertian itu pasti. Tapi kalau dia tetep ngeyel dan saya udah jengkel, saya suka mengajaknya membuat perjanjian.
“Oke, boleh ikut bapak nyuci mobil, tapi harus makan ya..” (ketimbang enggak makan seharian, hayooo)
“Oke, kamu minta digorengin telor dadar kan? Tapi dimakan ya..” (sekali-kali tanpa sayur gpplah.. yang penting ada makanan yang masuk)
“Oke, Ibuk bacain cerita ini lagi. Tapi abis itu kamu tidur ya..” (sampe capek dan apal ceritanya, saking seringnya didongengin ke anak)
(Baca: My First Book vs Luna’s First Book)
Semua dijawabnya dengan Iya. Dan anggukan kepala.
Oke, deal!
Lalu hasilnya? Kadang sesuai perjanjian. Seringnya, dia lupa udah menyepakati perjanjian tadi. Tetep enggak mau makan meski udah digorengin telor dadar, makan sambil bantuin bapak nyuci mobil. Dan enggak tidur-tidur, sekalipun ibuknya udah bacain buku seribu kali dan ketiduran duluan.
Makanya, kami sering bilang, Luna tukang PHP. Hahaha… Si Suami bilang, “Mungkin gara-gara PHP itu kerjaanku ya, jadi dia suka banget PHP.”
*si suami itu programmer. dan PHP itu.. tanya Wikipedia yah..*
Itu baru perjanjian. Belum lagi tentang komunikasi hukuman. Bahasa yang dipakai untuk menghukum anak ketika dia bertingkah njengkelin.
*iihh.. mentang-mentang anak Komunikasi, trus bikin definisi sendiri* :)))))
Ketika dia mulai berulang, saya sering bicara dengan nada tinggi. Dan ketika baru bilang, “Luna.. Udah to.. Enggak mainan itu ah.” Eehh… dia nangis keras banget.
Sedang bapaknya, bicaranya lebih lembut, lebih sabar. Makanya Luna suka ngeyel sama bapaknya. Tapi paling lengket juga sama bapaknya. Hahaha.. Saking cintanya kayaknya.
Kadang, kami juga suka pakai teknik Timeout. Mengadaptasi dari parenting ala Nanny 911 dan kebetulan ini juga dipakai di daycare, kalau ada anak yang bertingkah.
Trus, berhasil? Enggak! Hahahahaha….
Luna terus aja nangis dan enggak mau diem. Ya udah deh, ketimbang sesenggukan, saya peluk dia dan ngajak ngomong dengan nada yang lebih lembut.
Meski perjanjian dan komunikasi hukuman itu sering gagalnya, tapi kami percaya, Luna itu paham. Dia paham kalau diajak bikin kesepakatan. Dia paham kalau orangtuanya enggak suka dia bertingkah seperti itu. Dia paham kalau orangtuanya marah.
Dia tahu, kalau nada bicara Ibuknya udah meninggi, artinya marah. Dia tahu, kalau mata Bapaknya udah melotot, artinya enggak suka sama sikapnya. Dia tahu kalau Ibuknya udah pake celana panjang, artinya bentar lagi berangkat kerja. *padahal cuma mau ke pasar, ngajak dia*
Dia *syukurlah* ngerti, bahwa kalau lagi ibadah enggak boleh berisik dan jalan-jalan. Karena setiap sebelum berangkat, saya selalu bilang gitu, dan lama-lama dia hapal sendiri. Dan syukurlah lagi… Kemarin dia imunisasi Campak terakhir, enggak nangis sama sekali. Cuma memandang jarum suntiknya itu dengan wajah lempeng. Trus selesai, udah jalan sendiri ke luar dari ruangannya.
Percaya banget, itu karena sebelumnya saya bilang, Nanti disuntik ya di sini *tunjuk lengan*. Sakit sedikit. Tapi Luna enggak nangis ya.. Dia ngangguk. Deal! Dan beneran. Enggak nangis. Enggak PHP.
Hahahahaha..
Jadi kesimpulannya, *udah kayak skripsi belum, pake kesimpulan segala*
Anak itu bisa banget diajak komunikasi verbal sejak masih di perut, sejak masih bayi merah, sejak belum bisa bicara, sejak udah bisa ngeyel dan semaunya. Meski kadang suka PHP, enggak konsisten, plin-plan, tapi lama-lama dia bakalan paham kok.
Semuanya kan proses. Proses menuju ke tahap dia nanti akan menyadari bahwa hidup itu tentang prinsip. Kalau enggak mau ya jangan bilang mau, jangan suka PHP.
Anak kecilll…. bawa-bawa prinsip. :)))))))
Udah ah!
sepakat mak.. emang bener kok anak itu udah bisa ngerti apa yang kita omongin, itu makanya satu hal yang selalu saya lakukan, tidak pernah bohong atau menakut-nakuti anak supaya melakukan apa yang kita mau.. juga selalu menepati janji (eh.. ini mah dua hal yaa)
btw salam kenal yaaa
hai mak.. salam kenal juga ya..
Mantab…thx nonik