Membangun Rumah Impian

Membangun rumah impian

Topik yang lagi hangat banget dibicarakan sama temen-temen kantor saya adalah tentang rumah.

Kalau sudah nikah dan berkeluarga, pasti pingin dong punya rumah sendiri. Masa mau ngontrak atau tinggal di rumah orangtua/mertua terus. Sekalipun menyenangkan, tapi tinggal sendiri dan punya rumah sendiri itu bisa mendewasakan kehidupan berumahtangga. Iya apa iya? 😀

Kalau ngomongin rumah impian, saya enggak pernah punya rumah impian. Yang saya impikan adalah punya rumah.

Pernah dink punya rumah impian. Tapi itu dulu, pas masih kecil, polos, dan belum paham betapa kejamnya harga properti di Indonesia. Dan kemudian melongok tabungan keluarga dan menatap nanar biaya pendidikan anak-anak besoknya.

Makanya, kalau kalian main ke rumah saya, jangan kaget sama jauh dan mungilnya. Mungkin hanya orang yang teguh imannya dan tulus hatinya yang beneran niat main ke sini. :))))) *yang pernah main langsung tepuk dada*

Tapi puji syukur banget, sekalipun bukan rumah impian, tapi impian punya rumah sudah terwujud beberapa bulan sebelummenikah.

(Baca:Bagaimana Ketika Celetukan Itu Menjadi Nyata

Tips Memarkir Mobil di Rumah)

Oke, stop dulu segala kecongkakan ini, sebelum kalian semua close tab.

*loh, salah satu fungsinya blog kan buat menampung curcol congkak*

*lalu close tab massal* :))))

Di luar masalah fengshui, primbon, dan mitos macam-macam dalam memilih rumah dan membangun rumah. Saya punya beberapa poin yang masih disimpen dan diinget-inget ketika membeli dan membangun rumah. Entah ada hubungannya dengan primbon, fengshui, atau mitos lain, yang penting saya suka dan logis alasannya. At least menurut saya.

Iya dong, rumah, rumah gue. Suka-suka gue dong! :))))

1. Rumah menghadap timur.

Saya suka sinar matahari pagi. Saya suka ketika sinar matahari itu masuk melalui celah-celah ventilasi rumah. Saya suka membangunkan Luna dengan membuka gorden kamar dan membiarkannya silau karena matahari pagi. Dan yang pasti, saya enggak perlu repot-repot geser ke seberang jalan atau pinjam halaman tetangga untuk menjemur Luna saat bayi dulu atau kalau dia flu. Cukup duduk sambil main cantik di teras depan. Seringnya (atau malasnya), cukup buka gorden, buka jendela. Sudah deh, tidurin aja Luna bayi di atas kasur. Aman. Enggak ada kucing liar yang kepo sama bayi perempuan ini.

Untungnya dulu dapat rumah yang menghadap timur. Kalau enggak, mungkin harus beradaptasi sama matahari dan poin 1 ini bakal hilang. :))))

2. Pintu rumah harus ada dua.

Saya enggak suka ketika sebuah rumah cuma punya 1 pintu dan semua akses keluar-masuknya hanya lewat 1 pintu itu saja. Yang saya suka adalah, sebuah rumah punya 2 pintu. Entah depan-samping atau depan-belakang. (jangan hitung pintu di lantai atas ya)

Logikanya gini, kalau misal ada tamu dan kita mau suguhi dia minuman tapi kehabisan gula. Trus kita suruh ART atau anak untuk keluar beli gula di warung. Kayaknya kurang sopan kalau mondar-mandir di depan tamu sambil bawa plastik isi gula. Mending keluar-masuk lewat pintu samping, jadi tamu itu enggak tahu bahwa kita enggak punya gula. Itu paham kesopanan dalam meladeni tamu di Jawa sih ya… Mungkin di tempat lain beda. 😀

Selain itu, andai nih ada kebakaran dan pusat api ada di pintu depan. Atau ada kerusakan di pintu depan sehingga menghalangi jalan keluar. Kalau ada pintu kedua (pintu samping/pintu belakang), maka kita bisa menyelamatkan diri dengan kabur lewat situ. Nah, kalau enggak ada? Cuma bisa mengandalkan teriak tolong-tolong dan bala bantuan dari luar untuk dobrak pintu, kan.. Serem ah.

Sayangnya, rumah desain minimalis yang baru-baru sekarang, banyak yang mengabaikan faktor standar keamanan ini.

3. Pintu depan tidak berhadapan langsung dengan pintu keluar.

Kalau menurut fengshui, pintu depan yang berhadapan langsung dengan pintu keluar itu enggak baik buat rejeki, karena rejeki bisa bablas. Rejeki masuk lewat pintu depan, langsung deh bablas kabur lewat pintu belakang.

Tapi kalau buat saya, pintu depan dan pintu belakang lebih baik tidak saling berhadapan lebih karena keamanan sih. Kalau ada maling, kayaknya kok dia bakal gampang kaburnya, tanpa perlu halang-rintang yang harus dilewati. Selain itu, rumah saya juga didesain tidak bisa ada pintu belakang. Karena tembok belakang udah rumah tetangga. :)))

4. Punya ventilasi udara yang cukup.

Ini yang penting banget. Rumah zaman dulu dan sekarang itu beda banget ventilasinya. Perhatikan aja rumah model Belanda zaman dulu, jendelanya besar-besar dan ventilasinya banyak. Sedangkan zaman sekarang, semuanya serba minimalis termasuk ventilasinya.

Saya enggak suka kepanasan, tapi enggak tahan kena kipas angin. Amannya sih nyalain AC. Tapi kalau kelamaan, boros di tagihan listriknya bo. Jadi, paling aman tetep ventilasi yang cukup dan buka jendela.

Selain itu dengan buka jendela setiap hari bagus loh buat sirkulasi udara di kamar. Mengusir udara yang sudah terkontaminasi sakit-penyakit, supaya diganti dengan udara yang lebih fresh. Karena kalau udah pakai AC biasanya orang-orang pada males buka jendela. Trus ya udah deh sirkulasi udaranya gitu-gitu aja.

Tapi kalau ventilasi udaranya terlalu banyak dan besar-besar, repotnya tuh dulu pas hujan abu parah saat Gunung Kelud meletus. *meletusnya di mana, hujan abunya lari kemana* Perasaan semua celah udah ditutup, tapi kok ya masih ada aja abu yang masuk. >.<

5. Tidak memasang kaca besar, yang berhadapan langsung dengan kasur.

Katanya kaca yang berhadapan langsung sama kasur bisa menyerap energi positif. Logika sebenernya gini, kita bakal langsung lihat wajah kucel bangun tidur, dengan rambut singa belum sisiran, dan itu mungkin bisa merusak mood seharian. Nah, kalau bener gitu, kasian dong suami kita yang tiap pagi liat kita berantakan dan ileran. Bisa rusak mood dia seharian. :))))

Saya sih enggak masang lebih karena emang enggak suka, enggak ada tempat *mending buat gantung foto keluarga*, dan efek horor tiap lihat kaca besar yang dipasang di pintu lemari ataupun dinding depan kasur.

Ahh, ini akibat sering nonton film horor. >.< Masalah banget tauk, efek nonton film horor ituh. *nontonnya udah berapa tahun yang lalu, takutnya sampe sekarang. Parah!*

Bahkan sampai sekarang saya jadi enggak suka pasang vitrageatau dalamannya gorden. Jadi di tiap jendela rumah cuma ada gorden tanpa vitrage. Karena tiap lihat vitrage, bawaannya mbayangin ada kuntilanak di baliknya. Aaakkk…. Efek film Susana inih. Help!! >.<

4 thoughts on “Membangun Rumah Impian

  1. rumah ini pr besar ya selain rumah.. tapi puji tuhan sudah ada sebelum menikah. meski sekarang sedang dalam proses renovasi.

    pr selanjutnya adalah anak & ngelunasin utangnya hahaha..

  2. Rumah impian masih diangan2 dan blm terwujud mbak, hiks. Dah ada sich, tapi jauh dari impian,haha.. Smntra dikontrakin dulu, kasian yg ngontrak klo disuruh pindah. Kitanya tinggal di PIM dulu,prihatin sik demi rumah impian. Btw, pengen lho maen ke rumah mbak Noni, daerah mana je mbak.

  3. Thankyou for the tips this is so useful. There are many rule can to do before build a new home, because that will make your home nice. Many people have dreaming home. biesterbosgroep.nl

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *