#Familife: Menyelesaikan Konflik dengan Pasangan

Cara Menyelesaikan Konflik dengan Pasangan. Saya pernah membayangkan hubungan dengan pasangan yang tanpa pertengkaran. Kayaknya enak banget ya, damai, indah. Tapi jelas lah, itu cuma khayalan saja, karena nyatanya selama saya menjalin hubungan pacaran sampai menikah, tidak pernah lolos tanpa pertengkaran.

Menyelesaikan Konflik dengan Pasangan

Apalagi waktu masih pacaran, wih… saya yang dasarnya pemarah ini sering banget berantem sama pacar. Telepon enggak diangkat, ngambek, marah. Jemput telat, ngambek, marah. Apalagi kalau berhubungan dengan mantan, jelaslah bisa bikin marah. Hahaha.. Yes, I’m so childish. Sampai sekarang masih.

Baca juga punya Isti:Konflik dengan Pasangan

Saya ini tipe perempuan yang kalau marah bisa merepet panjang, enggak ada titik komanya. Misal udah berhenti, jeda agak lama, nanti bisa banget tuh terulang lagi repetan panjangnya. Suka-suka mood aja, kapan repetan ini berakhir. Poor, my husband..

Kalau masih pacaran dulu, kami bisa banget saling menghindari ketika sedang bertengkar. Seperti saya yang suka asal langsung menutup telepon ketika sedang berantem. Atau mungkin dia yang memilih untuk tidak main ke rumah ketika hati masing-masing masih panas. Lalu nanti kalau sudah sama-sama reda, sudah deh.. selesai. Haha-hihi lagi tanpa inget tadi sebelumnya habis berantem.

Tapi setelah menikah semuanya berubah. Gimana mau menghindar kalau kita lihat wajah suami yang nyebelin, setiap hari, setiap pagi. Kadang nih ya, saya suka kepikiran untuk diemin suami ketika sedang berantem. Pokoknya mau ngambek, enggak ngobrol selama sekian waktu. Tapi ternyata, diemin pasangan itu susah, bro! Adaa aja yang bikin saya enggak betah dan akhirnya ngobrol.

Hahaha. Dasarnya saya juga sih. Suka cerita dan apa-apa selalu diceritain ke pasangan, ya udah deh.. rencana diemin suami selalu bubar jalan.

Menyelesaikan Konflik dengan Pasangan

Kemarin saya lihat polling di akun twitter @feminamagazine. Pertanyaannya, “Seberapa lama Anda bisa mendiamkan pasangan?” Kurang dari 1 jam, 1 – 5 jam, seharian, satu minggu.

Kalau saya tentu saja, kurang dari 1 jam. Kalau bisa bertahan diemin pasangan lebih dari 1 jam, itu artinya salah satu dari kami lagi tidur. Kami berantem saat sebelum tidur. Atau mungkin, kami berantem sebelum berangkat kerja. Dan di kantor, pikiran sudah terlalu sibuk untuk ngajak ngobrol suami, sekalipun itu hanya via whatsapp.

Buat saya, mendiamkan pasangan selama beberapa saat cukup ampuh untuk menyelesaikan konflik. Karena kalau berantem adu mulut terus-terusan, selain capek ngomong dan pasti yang denger juga capek. Tapi juga, ketika masing-masing saling bicara dan membantah, pasti dong emosi makin memuncak, dan efek lebih jauh bisa terjadi. Misalnya berantem pakai kekerasan atau merusak barang. Aduh, amit-amit ya.. Sampai sekarang untungnya, piring-gelas di rumah aman tidak ada yang pecah gara-gara kami bertengkar.

Selain itu, bertengkar dengan adu mulut, adu ketegangan urat nadi, dan adu tinggi volume bicara, pasti anak akan dengar dan pasti akan ngefek pada psikologisnya.

Kami pernah melakukannya. Bertengkar dengan saling berteriak. Luna yang melihat dan mendengar, ikutan takut, nangis, dan bingung. Dan sampai sekarang, tiap nonton film adegan orang bertengar, dia pasti takut. Seperti kemarin saya ajak dia nonton “Cek Toko Sebelah”, ketika adegan Yohan dan Erwin bertengkar, dia takut dan memeluk saya. Apalagi ketika Yohan meninju lemari karena marah, dia langsung memasukkan mukanya ke dada saya.

Jadi menurut saya, mendiamkan pasangan masih lebih baik ketimbang bertengkar adu mulut.

Dengan mendiamkan, paling tidak ada waktu untuk meredakan amarah, juga mikir lebih jauh kalau misal aku ngomong gini, efeknya gimana ya.. Bisa jadi juga setelah diemin pasangan, kemudian enggak jadi marah. Karena ternyata kita pengin marah lebih karena kitanya yang capek pengin bobok atau laper pengin makan enak.

Hahahaha. Sering banget nih, saya begini. Tadinya pengin marah dan merepet panjang ke suami, tapi setelah mandi luntur semua rencana marahnya. Udah lupa tadi mau ngomong apa. Ternyata saya cuma butuh diguyur air biar hatinya dingin.

Tapi paling bete itu ketika kita mendiamkan dan berharap sesuatu dilakukan oleh pasangan. Seperti pengakuan yang diucapkan suami barusan. “Kadang kalau aku diemin kamu itu, aku pengin kamunya sadar kalo kamu yang salah, trus kamu minta maaf ke aku. Tapi ternyata enggak.”

Saya juga sering begitu. Berharap dengan mendiamkan itu jadi semacam “hukuman” buat dia, supaya dia merasa bersalah. Tapi praktiknya, bubar bro.. bubar. Kitanya enggak tahan diemin pasangan, dan pasangan juga enggak sadar-sadar kalau dianya yang salah. Kesell.. Gagal skenario ngambeknya. Huahahahaha..

Cuman, mendiamkan pasangan ini bisa berakibat buruk kalau dilakukan berhari-hari, lalu masalah seakan selesai tanpa solusi. Pasangan satu atap diem-dieman 1 hari aja udah enggak baik, apalagi 1 minggu, trus 1 bulan. Trus buat apa nikah, woiii.. Membangun masa depan itu butuh komunikasi dua arah, bukan komunikasi via telepati.

Atau ketika tiba-tiba baikan dan lupa bahwa sebenarnya masalah yang tadi perlu diselesaikan dan dibicarakan. Jika mendiamkan pasangan dijadikan sarana untuk menghindari masalah, ya itu juga salah. Masalah bukan untuk dihindari, tapi diselesaikan dengan cara yang elegan dan tanpa emosi.

Ini masih jadi PR besar kami berdua juga. Sekalipun udah pacaran selama 4 tahun, ternyata praktiknya menyelesaikan konflik dengan suami itu beda. Lagipula berapa tahun sih, kami udah menikah? Baru 5 tahun. Perjalanan kami masih panjang. Kalau sekarang berantemnya masih perkara kecil-kecil, telat jemput anak, bangun siang dan enggak bantuin urus rumah, atau eyel-eyelan perkara desain kamar anak. Semakin lama menikah, perkara bertengkar pasti akan naik tingkat lagi.

Tapi yang sangat kami pegang adalah cara kami menyelesaikan konflik dengan pasangan pasti sangat berpengaruh pada perkembangan psikologis anak. Dia pasti akan meniru bagaimana cara orangtuanya mengekspresikan marah dan bertengkar.

Ketika orangtuanya saling berteriak, dia pun akan teriak. Ketika orangtuanya saling melempar barang, dia pun akan melempar mainan terdekatnya. Dan ketika orangtuanya menghindari masalah, dia pun akan kabur, malas menyelesaikan masalah yang harusnya dihadapinya.

Semoga kita jadi orangtua yang semakin baik di setiap harinya ya.. Aminn..

 

Kalau kalian, gimana cara kalian menyelesaikan konflik dengan pasangan? 🙂

26 thoughts on “#Familife: Menyelesaikan Konflik dengan Pasangan

  1. Pingback: #Familife 2: Konflik dengan Pasangan – Momopururu
  2. Kalau aku ngediemin suami, bakal berakhir dengan dibales didiemin lebih lama lagi, Mbak. Suami aku tipe yang bisa diem lama.
    Akhirnya aku yang ga tahan sih.

  3. Belum punya pasangan eh Mbak, jadi bingung nih pas pengen ngejawab pertanyaan yang terakhir. Tapi pengalamannya bisa tak save nih dalam pikiran bahwa lebih bagus untuk beberapa saat mendiamkan pasangan ketika ada konflik daripada ribut-ribut, apalagi di depan anak (no banget), apalagi kalau ngomelnya tu texting, pas ngebaca lagi langsung muncul lagi emosinya

  4. Saya juga lebih memilih aksi diam daripada saling berteriak. Gak bagus juga kalau dilihat anak. Berpengaruh pada psikologisnya.
    Tapi..ya..itu, pengennya ada yang minta maaf atau sadar atas kesalahannya, eh, ujung-ujungnya bubaar, ngobrol lagi, deh!..wkwkwk

  5. Memang pertengkaran dengan pasangan pasti ada dong ya. Secara 2 pemikiran yang berbeda tapi yang paling penting jangan di depan anak anak deh. Mendiamkan juga efektif untuk saling intropeksi biar bisa menenangkan emosi yang sedang meledak

  6. Ada buku bagus yang perlu mbak noni baca bareng suami nih. Men are from mars, women are form venus tulisannya John Gray. Ada pembedahan akar permasalahan yang sangat spesifik dan solusi-solusi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Sejauh yang saya tahu dari review dan pengalaman teman saya membaca itu, isinya benar-benar aplikatif dan jitu.

  7. Bawaan cewek kali ya Mbak Noni. Aku juga kalau lagi marah memilih jalan diam saja. Di dalam hati pun berharap semoga pasangan menyadari kesalahannya. Eh dasar cowok biangnya tidak peka jadi malah anteng saja terus mengajak ngobrol. Bubar deh rencana ngambeknya. Hihi

  8. aku beruntung dpt suami yg lbh seneng ngalah drpd berantem ;p.. tp ttp pernah kok kita ribut, cuma ga sampe terlalu lama.. paling lama sih 3 hr mba diem2an nya ;p.. trs krn ada anak juga, pasti ujung2nya salah satu dr kita mulai ngomong :D.. aku jg lbh seneng kalo ada masalah itu dibicarin kok.. tp memang ga bisa langsung… kita tunggu hati dan pikiran adem dulu lah biar solusinya juga dapet 🙂

  9. Ih berasa ngaca baca artikel ini. Hihi… Kalo aku setelah diem, nulis surat, terus dikasiin ke pak suamik. Bukan sok romantis, soalnya kalo gak melalui tulisan, ujungnya mesti debat kusir hehehehe… And so far, it works so well…

  10. konflik selalu ada, dan cara penyelesaian sangat berpengaruh pada anak2. saya sepakat banget, ada tetangga yang kurang baik dalam penyelesaian anak. akibatnya mereka meniru sifat buruk ayah ibu secara gak langsung

  11. permasalahan dengan pasangan memang harus cepet diselesaikan… walaupun sepele jika dibiarkan akan menjadi besar… tinggal tunggu waktunya aja

  12. Saya juga tipe mendiamkan pasangan ketika bertengkar.
    Entah jadi bener-bener gak mood ngomong gitu.

    Kl uda adem,
    Baru kami bahas.

    Dan sejauh ini, bahas lewat bahasa tulisan, lebih mantep ketimbang diomongin langsung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *