Marriage Is The Art Of Compromise

Marriage Is The Art Of Compromise

Berturut-turut, #Familife aku dan Isti ngomongin tentang pernikahan mulu. Plis dong, kalau ada yang mau usul tema boleh banget.

Baca juga tulisan Isti: Menikah Itu

Saat membangun bahtera pernikahan, biasanya kita punya panutan pasangan mana yang bisa ditiru. Minimal orangtua sendiri, atau saudara sendiri, atau mungkin orangtua sahabat. Saya juga sama. Meski tidak ada pernikahan yang sempurna, pastilah ya.. ada naik-turunnya yang menguras emosi dan tenaga, tapi ketika sepasang suami istri bisa melewati masa-masa kritis dan tetap bertahan untuk bersama apapun keadaannya. Jujur saya mengagumi pasangan seperti ini.

Syukurlah, saya berada dalam keluarga yang tetap utuh selalu bersama. Tapi saya tahu betul, betapa stressnya mama ketika awal-awal pernikahan. Saya ini anak pertama, dan saya dulu biasa denger orangtua berantem. Termasuk ketika saya masih SMA, di mana kondisi hubungan mereka berada di paling dasar, atau ibarat udah mau masuk ke jurang. Saya udah siap-siap aja bakal pindah rumah, ikut mama, dan menerima kenyataan bahwa mereka akan berpisah.

Tapi hebatnya mereka, pelan-pelan semua masalah yang sebelumnya kayak benang ruwet, mulai terurai satu-satu. Masing-masing belajar untuk mendewasakan diri. Tidak ada yang paling benar, semua sama-sama salah. Dan kalau pengin pernikahan ini tetap berjalan demi kebahagiaan bersama, demi masa depan semua anggota keluarga, ya masing-masing harus bisa memahami, harus bisa berkompromi.

Makanya dulu saya pernah bilang di #Familife sebelumnya, bahwa menikah adalah seni dalam berkompromi.

Dua orang yang benar-benar berbeda loh.. Hidup seatap, sekasur, menata masa depan bersama yang lebih baik. Potensi berantemnya pasti gede banget. Mulai dari kebiasaan yang berbeda, pola pikir yang berbeda, prinsip yang berbeda, atau bahkan keyakinan yang berbeda.

Baca juga:
#Familife: Berdamai dengan Kebiasaan Menyebalkan Pasangan
#Familife: Menyelesaikan Konflik dengan Pasangan
Menikah Beda Agama

Beberapa waktu yang lalu di timeline saya rame banyak yang share ilustrasi dan status ibu yang mengeluhkan kerjaan rumah tangga enggak ada habisnya, belum kalau anak sakit, rumah berantakan, dll, yang disalahin pasti istri.

Marriage Is The Art Of Compromise

Saya enggak ikutan ngeshare, karena dalam hati, saya enggak pernah menyalahkan diri sendiri ketika terjadi kekacauan di rumah. Yang ada malah saya yang nyalahin suami, “Harusnya kamu bangunnya pagian lagi biar bisa bantuin aku.” LOL

Entah saya yang beruntung karena punya suami yang tanggap urusan rumah tangga dan parenting, atau emang dasarnya saya yang riwil, berani protes dan meminta suami untuk melakukan ini-itu.

Tapi gini deh, urusan rumah tangga, parenting, dan segala tetek-bengeknya, itu pasti menimbulkan polemik sendiri dalam hubungan suami istri. Mulai dari rumah yang berkali-kali disapu tapi kok ya enggak bersih-bersih, anak yang susah makan, utang kok ya enggak lunas-lunas, pemasukan keluarga kok lagi seret, rumah kok bocor terus, kapan punya rumah sendiri dan enggak numpang di rumah mertua, dan banyak lagi lainnya.

Nyalahin suami jelas enggak bisa, lha wong dulu kita mau dinikahinya dengan sadar kan.. Udah ijab dan berjanji sehidup-semati di hadapan Tuhan dan pemuka agama. Mosok ya, mau pisah untuk urusan printilan-printilan yang sebenernya mengganggu ini. Didiemin tapi kok lama-lama ngeselin.

Tapi menurut saya, semua permasalahan itu bisa diselesaikan dengan KOMUNIKASI dan KOMPROMI.

Duduk dan ngobrol intim berdua, kalau perlu ditemenin segelas teh celup… *plis, merk teh, ada yang mau endors kah?*

Apa yang tidak kita suka dari pasangan?
Apa yang kita harapkan dari pasangan?
Apa sebenernya tujuan kita menikah sama dia?
Gimana caranya biar kita bisa mencapai tujuan itu?
Apa yang bisa kita lakukan bersama supaya hidup bahagia bersama?

Dan untuk melakukan itu semua, sama sekali enggak gampang. Kan, namanya juga kompromi, jadi masing-masing harus menekan egonya.

Makanya yang belum pada nikah, dipikir lagi masak-masak sudah cukup dewasa belum untuk sanggup berkompromi dengan suami/istri. Enggak cuma di awal-awal pernikahan, tapi di sepanjang usia pernikahan atau selamanya.

*

Suami itu yah.. Istri juga dink.. Seringkali bukannya enggak peduli dan masa bodoh dengan segala kerepotan kita. Cuman bisa jadi pasangan kita ini yang enggak tanggap. Enggak tanggap kalau lantai masih kotor, mbok ya dibantu nyapu kek.. Anak nangis minta nenen, mbok ya tolong digendong bentar dulu kek, sambil nunggu kita nyelesaiin makan. Kerjaan rumah dan anak itu sangat melelahkan dan menyita waktu, mbok yadibantu atau minimal dicariin ART kek..

Dan biar dia tanggap, ya dikasih tahu. Minta dia untuk melakukan hal yang kita harapkan. Bukannya terus menyalahkan diri sendiri, sebagai istri yang enggak sigap.

Di lain sisi, mungkin ada suami yang juga jengkel lihat istrinya ngeluyur dan pulang malem mulu, terkesan cuek sama suami dan anak. Ketimbang nahan mangkel dan ikutan ngeluyur, trus anak ditinggal di rumah sama nanny doang. Lah, mending dikomunikasikan dong.. Dikasih tahu, dan minta dia untuk melakukan yang diharapkan tadi. Bukannya dibalas dengan ngeluyur juga.

Merangkum semuanya, menurut saya, MARRIAGE IS ABOUT COMMUNICATION IN COMPROMISE. Mengomunikasikan dan mengompromikan segala sesuatu yang dilakukan pasangan dan menurut kita itu menyebalkan. Supaya ada perubahan yang lebih baik.

*mentang-mentang anak komunikasi* LOL

Eh, tapi iya loh.. Menikah, kalau tiap ada masalah ngeluhnya ke sosmed, emangnya kamu nikah sama sosmed. Mengeluhlah langsung sama pasanganmu, itu jadi salah satu cara untuk mengomunikasikan dan mengompromikan masalahmu.

*

Untuk kasus yang lain, saya enggak bisa menyalahkan atau judging, istri yang memilih tetap bertahan menikah dengan suami yang mungkin melakukan KDRT atau selingkuh. Bisa jadi atas dasar ekonomi dan demi masa depan anak, adalah alasan utamanya untuk bertahan.

Tapi di sini, dia juga sedang melakukan komunikasi dan kompromi. Dia berkompromi dengan kebiasaan buruk suami, mengomunikasikannya meski ujung-ujungnya berantem, bersabar, sambil berdoa ke Tuhan supaya semuanya menjadi lebih baik.

Dan buat saya, komunikasi dan kompromi dalam pernikahan itu kuntji. Karena itu akan selalu kita lakukan di setiap tahun usia pernikahan kita.

Semoga kita selalu bahagia dengan pasangan masing-masing yaa..

 

2 thoughts on “Marriage Is The Art Of Compromise

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *