Hal yang Kamu Pikirkan Tentang Ibu Bekerja Ini Tidak Selamanya Benar

Ibu Bekerja

Sejak belum punya anak, saya sudah bekerja. Bahkan sebelum nikah ding.. Dan sampai sekarang (puji syukur) belum pernah ada fase nganggur. Termasuk itu selepas lulus kuliah, langsung kerja kantoran. Karena takut enggak punya uang. Hahaha..

Kalau ditanya, pernah bosen enggak? Pernah bangetttt.. Kayaknya rutinitasnya kok gitu-gitu aja. Tapi setelah gajian dan bonus tahunan ditransfer, trus hepi lagi dan enggak jadi bosen. LOL.

Dulu sebelum nikah sempat kepikiran untuk resign dan jadi ibu rumah tangga. Tapi setelah dipertimbangkan ulang berkali-kali, kayaknya belum sekarang deh waktunya. Karena saya udah lama banget kerja kantoran, pasti banyak yang harus dipersiapkan, salah satunya persiapan mental.

Lima tahun jadi ibu bekerja, kadangkala saya sering dengar ada beberapa slentingan judgement tentang ibu bekerja yang bikin gemas. Tapi trus kepikir, jangan-jangan dulu sebelum jadi ibu aku sempet kepikiran itu juga yaa.. Dan setelah beneran jadi ibu dan bekerja, semuanya jadi kebalik. Tidak selalu yang kalian, banyak orang pikirkan tentang ibu bekerja itu benar.

Ibu bekerja itu susah punya anak.

Eh, serius loh.. pernah ada orang yang pernah bilang gini di depan saya pas baru awal-awal nikah. Kayaknya dia lupa deh, kalau saya ini kerja. Hahaha.. Niatnya orang itu cuma mau berbagi cerita sih, bahwa ada saudaranya yang udah lama nikah tapi belum punya anak, trus setelah resign jadi hamil.

“Kerja itu menghambat punya anak, Mbak…”

Saat itu cuma diiyain aja. Toh, saya waktu itu baru 2 bulan nikah, belum bisa dibilang susah punya anak. Dan puji syukur, 1 bulan kemudian setelah dibilang begitu, saya positif hamil Luna, saat sedang sibuk-sibuknya di kantor baru. Berarti omongannya salah, kan?

Case tertentu bisa jadi iya, bahwa bekerja bisa jadi penghambat punya anak. Tapi itupun harus ditelusuri secara medis dan psikologis juga loh.. Mungkin pekerjaannya yang terlalu menyita waktu, tenaga, dan pikiran, sehingga sampai rumah sudah capek dan enggak fit lagi. Atau mungkin, pekerjaan yang menuntut suami-istri berjauh-jauhan beda kota, sehingga pas ketemu, kok ya pas enggak masa subur.

Intinya, anak itu anugerah Tuhan. Kita bisa berencana, berusaha, dan berdoa. Tapi ujungnya, hak prerogatif Tuhan mau kasih kapan.

Baca juga: What Working Mother Want

Ibu bekerja itu tidak peduli keluarga.

Kalau udah kerja itu waktunya abis buat ngurusin kerjaan. Enggak sempet masak, bersih-bersih, adanya cuma buat sibuk di depan laptop, hp, dan dandan. Pokoknya urusan rumah tangga, kasih aja ke ART.

Eh, padahal yang pake ART itu enggak cuma ibu bekerja loh.. Banyak keluarga dengan ibu rumah tangga di dalamnya, yang tetap menggunakan jasa ART. Banyaakkk.. Karena pekerjaan rumah tangga itu, kalau diturutin enggak ada habisnya. Belum ngurusin anak balita yang lebih dari satu, atau antar-jemput anak sekolah trus les ini-itu. Wajarlah, kalo ibu rumah tangga menggunakan jasa ART demi kestabilan kondisi rumah.

Tapi, enggak selalu ibu bekerja itu lantas enggak peduli sama keluarga dan rumah juga. Sebelum meninggalkan rumah, banyak ibu bekerja yang selalu memastikan rumah sudah rapi dan bersih. Pagi masih sempet masak. Masih sempet mandiin dan nyuapin anak.

Buat apa jasa laundry diciptakan kalau enggak untuk membantu ibu-ibu bekerja macam saya, yang enggak mau family time-nya berkurang hanya untuk ngurusin cucian? Buat apa ada catering sehat kalau enggak untuk membantu ibu-ibu bekerja yang pengin ada makanan sehat tersaji di meja makan, tanpa harus repot-repot masak? Dan buat apa saya dan suami bikin usaha Cemplang-Cemplung, untuk membantu ibu-ibu bekerja yang pengin masak sendiri tapi enggak pengin waktunya habis buat motongin sayuran?

Bhahahaha… kalimat terakhir itu tadi promosi.

Bahkan kalau niatnya sedang kumat, seringkali jam istirahat kantor saya ngacir ke supermarket atau kalau enggak sempat, ya order Go-Mart, untuk beli sayuran. Buat dimasak malam atau besok paginya.

Sekarang ini, semua serba praktis dan banyak fasilitas yang bisa membantu ibu bekerja untuk tetap memperhatikan pekerjaan dan kebutuhan keluarganya, dalam waktu yang bersamaan.

Baca juga: Manajemen Waktu Ibu Bekerja

Ibu bekerja itu tidak peduli anak.

Udah, anak itu urusannya nanny-nya aja. Yang penting semua kebutuhan sandang, pangan, papannya terpenuhi. Toh, ibu bekerja buat siapa, sih? Buat anak juga kan…

Padahal, siapa yang tahu bahwa di kantor, banyak ibu bekerja yang menyempatkan diri video call-an dengan anaknya, atau mengawasi anaknya melalui CCTV yang dipasang di rumah, atau sedikit merecoki pengasuh dengan menanyakan, “Anakku lagi apa sekarang?”.

Siapa yang tahu juga, kalau ibu itu sebenarnya menyimpan aplikasi Pinterest di ponselnya dan mem-pin berbagai aktivitas anak, sebagai bank ide, saat waktu luang nanti akan dimainkan bersama anak. Atau kalau mau ngikutin, bisa jadi saat jam istirahat kerja atau jam pulang kerja, ibu itu mampir sebentar ke toko stationery untuk membeli perlengkapan buat bekal DIY mainan sama anaknya.

Atauu… ada ibu bekerja yang menyimpan berbagai resep kue yang akan dimasak saat weekend bersama anaknya? Atau, ibu itu menyimpan berbagai ide menghias makanan, yang rela disiapkannya pagi-pagi sebelum bekerja, demi anaknya mau makan.

Banyak ibu bekerja yang emosinya naik-turun saat dikabari anak di rumah sakit. Banyakkk.. Karena sekalipun ibu itu bekerja di luar rumah, dia tetaplah ibu yang peduli dan sayang pada anaknya.

Baca juga: Saat Harus Meninggalkan Anak ke Luar Kota

Ibu bekerja itu tajir.

Setiap bulan selalu terima gaji, belum bonus, belum THR, dan lain-lain. Tinggal aja dikali dua dengan pendapatan suami. Lalu beberapa orang mulai sotoy dengan mengira-ira pemasukan keluarga tersebut tiap bulannya. Gilss.. mobilnya baru, rumahnya paling bagus se-perumahan, anaknya sekolah di sekolah swasta yang SPPnya terkenal tinggi, tiap weekend jalan-jalan mulu. Gilsss…

Lalu, berbondong-bondong orang mengajukan proposal sumbangan pembangunan ini-itu ke keluarga tersebut. “Ke rumah Pak Anu aja, istrinya juga kerja, duitnya banyak, pasti nanti nyumbangnya banyak.”

Heii.. sini saya kasih tahu. Ibu yang memutuskan bekerja di luar rumah itu tidak selalu untuk aktualisasi diri saja, tapi bisa juga demi keluarga, yang mana kebutuhan rumah tangga belum bisa dipenuhi oleh satu sumber pemasukan aja, jadi harus dibantu istri. Banyak banget keluarga yang seperti ini.

Kalaupun mobilnya baru dan rumahnya bagus, ya udah sih.. kenapa musti disirikin. Kelebihan pemasukan rumah tangga itu layak untuk dibelanjakan sesuatu yang memang berguna untuk keluarga, kan.. Dan kalau anaknya sekolah di sekolah swasta yang SPPnya terkenal tinggi, bisa jadi banyak pertimbangkan dari segi kualitas, keamanan, atau akses transportasi, yang hanya keluarga itu yang bisa jelaskan. Trus kalau tiap weekend jalan-jalan mulu, itu adalah salah satu family time mereka sekeluarga loh..

Ngapain disirikin kalau mereka membelanjakan semuanya dengan uang penghasilannya sendiri.

Kalau kata suami saya, “Justru kalau ada keluarga yang kerja cuma suaminya aja, trus bisa punya mobil baru bagus, rumah gede bagus, jalan-jalannya ke luar negeri mulu, dll. Itu artinya keluarga itu yang lebih tajir. Enggak perlu istrinya kerja cari duit, untuk membantu suami memenuhi itu semua.”

LOL. Bener juga loh..

Baca juga: Alasan Kenapa Ibu Harus Bekerja

Ibu bekerja itu egois.

Ibu bekerja itu lebih mementingkan karir dan uang daripada anak dan keluarga. Udah tahu anak sakit, kok masih tetep aja berangkat kerja. Uang itu bisalah nanti dateng, pasti ada rejeki. Gitu masih dikejar-kejar sampai mengorbankan keluarga.

Kalian.. Bekerja itu tidak melulu karena uang (meski di satu sisi ada yang memang karena didesak kebutuhan keluarga). Banyak ibu yang lebih bahagia karena bekerja di luar rumah, lebih waras karena tidak mengasuh anak secara langsung sepanjang hari, dan lebih nice karena sibuk bekerja di luar rumah, ketimbang bingung di rumah trus ngerecoki suami di kantor dan suudzon yang macem-macem.

Banyak loh, suami-suami yang lebih seneng istrinya bekerja karena alasan itu. Ketimbang kalo di rumah enggak ada kerjaan, trus bawaannya curigaan mulu. LOL.

Tidak semua orang tahu, bahwa ibu bekerja itu semalam habis begadang karena anaknya panas. Atau dia terpaksa men-cancel meeting dengan klien karena harus antar anak ke sekolah dulu. Atau mungkin, sesepele, dia rela menahan lapar sepanjang jalan pulang ke rumah, demi bisa makan malam bersama keluarga. Padahal sebenarnya, ajakan dinner di luar bareng temen-temen itu lebih mengasyikkan.

Karena menurut saya,

Ibu bekerja, ibu rumah tangga, semuanya sama. Sama-sama seorang ibu yang pasti peduli dan sayang pada keluarganya, dengan caranya masing-masing.

Stop judging, that you may not be judged.

30 thoughts on “Hal yang Kamu Pikirkan Tentang Ibu Bekerja Ini Tidak Selamanya Benar

  1. Nggak mbak, nggak mau ngejudge hahaha.
    Karena udah ngerasain di dua posisi, ibu bekerja dan di rumah aja. Ya tetap ada yg judging hihihi.
    Jadi ya kita aja yang kudu strong dan doyan tarik napas dalam2, yang penting tetap peduli dan tetap mengurus keluarga.

  2. Stigma2 ini suka saya dengar juga dan gak cums sedikit. Perpus banget disuarakan. Anyway, awesome post!

  3. Aku malah salut sma mbakku, ibu bekerja tp tetep sblm ngantor bikinin makan buat anaknya. Smpe cemilan juga home made. Aku yg ibu rumahan malah malas masak2

  4. saya setuju dengan tulisan “Ibu bekerja, ibu rumah tangga, semuanya sama. Sama-sama seorang ibu yang pasti peduli dan sayang pada keluarganya, dengan caranya masing-masing.” Karena ibu saya juga dulunya seorang pekerja tapi saya masih tetap mendaptkan kasih sayang dari ibu syaa kok, ga merasa kekurangan.

  5. Aku di rumah aja banyak yang judge hahaha bantu nyari uang cuma bisa dr jualan. Karena suami ga izinin kerja supaya anakku lengket ke mamahnya katanya hahaha
    Tp bodo amat deh sama yng suka ngomongin. Intinya ibu dirumah ataupun yang kerja sama2 cape bangeeeet

  6. Kalo ditempat saya kok yg dijudge ibu rumah tangga yak.. kuliah tinggi-tinggi di universitas negri kenamaan akhirnya jaga rumah pake daster pulak. Ngelus dada n disabarsabarin aja, hehe

  7. Ngejudge ibu bekerja kok seburuk itu ya. Padahal kenyataannya semua judge itu tdak benar. Bikin jengkel aja.

    Ibu saya adalah ibu bekerja. Dan alhamdulilah ibuku bukan orang yang seperti di judge kan diatas.

    Beruntung sih ditempatku wanita bekerja justru dibanggakan. Bukan dicap buruk.

  8. Saya malah gak pernah kepikiran untuk ngejudge seperti itu mba. Karena menjadi ibu sambil bekerja itu luar biasa loh menurut saya. Saya aja masih gak yakin bisa apa gak kalo multitasking kayak gt..

  9. Kalau menurut saya sih, seorang ibu/istri bekerja itu sih baik-baik saja. Asalkan mampu memprioritaskan urusan keluarga terlebih dahulu dibanding urusan keluarga. Toh bukannya hasil dari bekerja nantinya itu untuk kepentingan keluarga juga..
    Selain itu, istri yg bekerja tentu saja mampu membantu sang suami dalam menambah pemasukan keluarga, dan menjadikan sang istri tidak terlalu bergantung pada sang suami soal keuangan, karena punya penghasilan sendiri, tentu saja akan mudah utk membeli kosmetik baru tanpa perlu memotong anggaran belanja

  10. Ibu bekerja atau ibu rumah tangga punya kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Itu sudah jadi pilihan setiap individunya. Gak perlu terlalu pusing dengan pemikiran orang lain, deh. Malah capek..mendingan nikmati hidup aja, ya, kan? Heheheh

  11. betul banget klo masalah punyak anak mah mana kita tau. Pekerja maupun engga mah sebenarnya sama saja. Masalah dikasih anak kehendak tuhan. Selain itu, ibu ibu yang kerja adalah wanita yang hebat mampu membagi dua perhatiannya antara keluarga dan juga pekerjaannya.

  12. aku nggak ada kepikiran gitu malah mbak. tiap orang pasti punya alasan lah mau ngelakuin apa dalam hidupnya dan untuk orang-orang tersayangnya. termasuk ibu yang bekerja, pasti ada alasan kenapa dia milih kerja, dan pastinya bukan karena nggak peduli keluarga, anak, apalagi egois.

  13. Aduh kl mesti nurutin omongan orang, ga ada habisnya ya kak huehe. Mending jalan terus, pantang mundur, krn mereka yg ngomongin kan ga tau keadaan kita sebenarnya. 🙂

  14. Yang awalnya ibu rumah tangga pun setelah lewat beberapa tahun akhirnya memutuskan buat kerja juga buanyaaak. Kebanyakan sih ngakunya karena jenuh. Toh seperti yang sudah dijelaskan, kerjaan rumah tangga dewasa ini sangat mudah didelegasikan. Berbeda mungkin dengan zaman dulu yang anggota keluarganya bisa lebih dari enam. Keluarga masa kini setauku sih lebih menyukai jumlah anggota yang cukup. Otomatis beban pekerjaan rumah lebih sedikit. Tapi perubahan itu rasa-rasanya kok nggak diimbangin dengan perubahan paradigma masyarakat, ya. Waaah. Sabar ya mbak.

  15. Aku merasa tulisan Mbak Noni kali ini berbeda hehehe
    Entah, ya. Seperti penuh dengan curahan hati. Aku menangkap letupan emosi yang kuat dalam kalimat-kalimat yang dilontarkan. Entah perasaanku aja atau gimana. Tapi intinya, aku setuju dengan tidak memedulikan stigma yang tumbuh di masyarakat. Bukan hanya perihal ibu bekerja ini, tapi apa pun. Karena, kita mesti melihat segala hal dengan banyak sisi, kan? Kalau hanya satu, ya ujungnya berlakulah stigma itu. Keep fighting, Mbak Noni! Aku juga ingin jadi ibu bekerja ketika sudah menikah dan mempunyai anak. Baru ingin, sih. Entah nanti hehehe.

  16. Dulu waktu masih bekerja, saya jujur selalu video call anak tiap jam karena kangen dan khawatir padahal anak sama neneknya, mungkin karena pengaruh LDR juga anak di Bandung ibunya di Jakarta.

    Untuk poin terakhir, sesungguhnya saya setuju bahwa ibu bekerja yang punya pilihan untuk bisa di rumah (kebutuhan tercukupi) tapi masih bekerja itu egois. Saya perakhir tahun lalu mengalah karena anak dan stay di rumah walaupun konsekuensinya suami harus kerja ekstra karena banyak mimpi kami yang belum terwujud. Saya bandingkan bekerja dengan ngurus anak lebih cape ngurus anak padahal ngurus anak tidur siang sehari dua kali tapi kayanya mental belum terbiasa.

  17. Toss, kita senasib mbak noni. Tapi penelitian temanku yang kebetulan spog konsultan fertilitas, memang ada hubungan lho antara stress dengan fertilitas. Dan objek yang ia telitj adalah wanita pekerja yang mengalami fertilitas. Setelah mereka resign, alhamdulillah ada anak.

  18. Seorang Ibu tetap menjadi Ibu, baik bekerja kantoran atau bekerja di rumah. Setiap Ibu pasti memiliki cara masing-masing untuk mewujudkan kebahagiaan keluarganya ya mba 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *