Sebelumnya, saya pikir melatih anak berani tidur sendiri adalah perkara yang sulit. Mengingat saya dulu baru berani tidur sendiri saat kelas 6 SD, jadi saya tidak menaruh ekspektasi tinggi ke Luna. Tapi ternyata, Luna jauh lebih berani dari yang saya kira.
Sudah genap satu minggu lebih, Luna tidur sendiri di kamarnya, tanpa tengah malem nangis nyariin saya. Tapi ada terbersit rasa sedih di hati saya. Berasa mau ditinggal jauh sama anak, padahal kamarnya cuma di depan kamar saya.
Entah gimana, kok rasanya sedih aja gitu.. Anak yang dulu masih tergantung ibunya, yang tiap malem selalu nyari nenen, sekarang sudah mau tidur sendiri. Bahkan dia lebih milih tidur sama boneka ketimbang dikeloni ibunya.
“Ibu keluar aja sana. Aku kan mau bobok sendiri,” katanya, mengusir saya.
Huhuhu… gimana enggak sedih sih. Lihat wajahnya saat tidur itu rasanya adem banget. Tapi ini dia enggak mau dikelonin.
Padahal kalau ninggal dia pergi ke luar kota berhari-hari, saya enggak pernah galau gini. Tapi ngelepas dia tidur sendiri itu, galaunya berhari-hari. Gini loh, pengin besok SMAnya dia masuk sekolah asrama.
Baca juga: Saat Harus Meninggalkan Anak ke Luar Kota
Kalau diinget-inget, dulu yang men-sounding-kan berkali-kali bahwa Luna sudah besar jadi harus berani tidur sendiri, adalah saya juga. Ditambah banyak nonton film kartun yang tokoh utamanya tidur sendiri. Masha dan Sofia, semuanya tidur sendiri. Ternyata pendekatan lewat film kartun itu ampuh, karena melatih anak tidur sendiri, khususnya kepada Luna, tidak pakai drama sama sekali.
Dan saya memutuskan untuk mengajari Luna di usianya ke 4 tahun ini, untuk berani tidur sendiri, karena makin lama dia makin lasak tidurnya. Kasur yang ukurannya 160 cm, dikuasai dia semua. Kalau tidur bertiga, berasa sempit sekali. Lalu tiba-tiba, kakinya menendang muka bapaknya, dan tangannya menarik rambut saya. Kalau mau nambah kasur kecil di dalam kamar, juga sudah enggak muat lagi, karena kamar kami dasarnya udah kecil.
Seringkali suami saya yang enggak betah dengan kondisi tempat tidur seperti itu, kemudian memutuskan untuk tidur di depan TV. Sungguh kondisi yang tidak kondusif untuk pasangan suami istri. Kami kayak pisah ranjang beneran.
Belum lagi kebayang, gimana kalau besok Luna punya adik? Bisa-bisa adiknya disepak.
Makanya, pelan-pelan saya mulai ngajarin dia tidur sendiri. Ada kayaknya 6 bulan sebelumnya, saya men-sounding-kan wacana tidur sendiri ini. Karena saya pikir ini bakal lama dan susah. Ternyata kok cepet. *mau lau apa sih.. dikasih gampang protes* -__-
Loh, kok bisa?
Enggak tahu juga kenapa. Saya cuma melakukan hal-hal sederhana seperti ini:
[su_highlight background=”#f7d2ee” color=”#1b06e2″]Men-sounding-kan wacana tidur sendiri sudah sejak lama.[/su_highlight]
“Besok Luna bobok sendiri di kamar itu ya..”
“Pintunya dibuka kok. Kamar Ibuk juga dibuka. Jadi kalau Luna kebangun tengah malem minta susu, bangunin Ibuk di kamar aja.”
Dan bener, kemarin sekitar pukul 4 pagi dia bangun dan berjalan sendiri masuk ke kamar kami, minta susu. Lalu minum susu di kamarnya, dan tidur lagi.
Pokoknya, kalau akan ada perubahan sekalipun kecil dalam rutinitasnya (termasuk misal besok berangkat sekolah sama kakung/uti, besok mau field trip, dll), jangan lupa kasih brief dulu hari-hari sebelumnya. Untuk menghindari cranky dan moody.
[su_highlight background=”#f7d2ee” color=”#1b06e2″]Memindahkan semua barang-barangnya ke kamarnya.[/su_highlight]
Anak seumur Luna ini punya rasa kepemilikan yang tinggi. Sekitar 2-3 minggu sebelum kamar Luna pindah, saya sudah memindahkan semua baju-baju miliknya, ke dalam calon kamarnya. Memberinya lemari sendiri, sehingga tidak gabung dengan lemari saya (kecuali dress yang digantung, karena lemarinya khusus baju dilipat). Serta memindahkan rak bukunya ke kamar, termasuk kotak mainannya.
Tujuannya biar dia nyaman senyaman-nyamannya dengan kamar itu, karena semua barang-barangnya ada di kamar. Dia akan merasa dihargai dan dihormati, karena kami mengakui kepemilikannya dengan meletakkannya di kamarnya.
[su_highlight background=”#f7d2ee” color=”#1b06e2″]Mendesain kamar sesuai yang dia inginkan.[/su_highlight]
Ketimbang saya bikin kamar ala-ala IKEA, lebih baik membuat kamar sesuai yang dia mau. Padahal alasan utamanya, di Jogja enggak ada IKEA. Lol. Sebelumnya saya sudah hampir membelikannya sprei berdesain simpel, misal awan atau polkadot yang berwarna pastel. Tapi setelah itu mikir lagi, sebenernya yang mau nempatin kamar ini siapa sih? Anak atau orangtuanya. Kalau anaknya, kenapa desainnya dibuat selera emaknya?
Lagipula, tujuan saya mendesain kamar anak, kan bukan buat dijepret, upload ke instagram kan.. Duh, masih kalah jauhlah saya sama instagramers yang fokusnya di rumah dan desain interior itu.
Akhirnya, saya turunkan ego, dengan mengajak dia ke toko sprei, dan membiarkannya memilih sendiri sprei yang diinginkan. Pilihannya, tentu saja sprei Frozen, yang jelas tidak akan saya pilih kalau saya yang mendesainkan kamarnya.
[su_highlight background=”#f7d2ee” color=”#1b06e2″]Membiarkannya memilih, malam ini mau tidur di mana.[/su_highlight]
Sekalipun dia sudah punya kamar sendiri, tapi saya tidak mau memaksanya harus selalu tidur di kamarnya. Bahkan andai dia malam ini mau tidur sekamar dengan orangtuanya pun, tidak masalah. Perubahan anak yang berani tidur sendiri kan, tidak selalu sestabil itu juga. Ada kalanya dia pengin di kamar orangtuanya.
Meski sampai sekarang itu belum pernah kejadian sih.. Dia selalu memilih kamarnya. Padahal sebenernya lebih adem kamar orangtuanya loh.. yang jelas ada ACnya. Lol. Berarti mungkin dia memang sudah langsung nyaman dengan kamar yang dibuat sesuai keinginannya.
[su_highlight background=”#f7d2ee” color=”#1b06e2″]Memilihkan kamar yang terdekat dengan kamar orangtua.[/su_highlight]
Supaya kalau tengah malem dia nangis karena mimpi buruk, atau dia minta susu, kita bisa lebih mudah denger suaranya. Kalau alasan saya sih, ya karena rumahnya seuprit gitu doang.. Buka pintu, lihat pintu kamarnya. Jadi ya mau enggak mau, pasti kamarnya deket sama kamar saya.
[su_highlight background=”#f7d2ee” color=”#1b06e2″]Tidak pernah menakut-nakutinya.[/su_highlight]
Saya tidak pernah mengenalkan konsep hantu ke dia. Nonton film thriller dan horor pun enggak pernah. Bahkan kalaupun ada kecoa atau cicak di kamarnya pun, saya tidak mau menakut-nakutinya.
Tapi dia tahu sendiri tentang konsep hantu, yang pasti itu dari temen sekolahnya. Cuma konsep hantu yang dia tahu itu, enggak ada serem-seremnya sama sekali.
Beda banget sama saya dulu, yang baru berani tidur sendiri karena takut hantu. Serius! Kepala saya terlalu imajinatif, sampai mikir ada monster di kolong kasur. Abis itu tengah malem ngibrit masuk ke kamar ortu. x_x
Duh, ini efek kebanyakan baca Goosebump.
Baca juga: Kenapa Anak Saya Tidak Pernah Tidur Larut Malam
Memang sih, ya… Baru sebentar ini. Tapi keberaniannya cukup bikin saya bangga. Di saat anak-anak lain masih tidur sekamar dengan orangtuanya, anakku udah berani tidur sendiri. Tapi ada terbersit rasa sedih juga, kok dia cepet banget sih, gedenya. Huhuhu…
Makanya, sekalipun dia sudah berani tidur sendiri, saya tetap ngotot ngelonin dia sebelum tidur. Nemenin tidur di sebelahnya, sampai saya dia ketiduran. Trus nanti, saya baru keluar pindah ke kamar sendiri.
Ini akan berlangsung sampai kapan? Kutaktahu… Bahkan adik saya dulu, sampai SD masih aja minta dikelonin mamanya dulu, sampai tidur.
Sedangkan untuk rutinitas lainnya, sama aja dengan rutinitas sebelumnya sebelum tidur. Baca buku, berdoa, gosok gigi, dan pipis dulu. Ini wajib, karena kasurnya baru.. Lol. Berabe kalau sampai diompolin. Lagian dia masih sayang banget sama kamar barunya. Jangan sampai diompolin yes.
Dulu, kasur di kamar saya sudah jadi korban berkali-kali diompolin. Tapi karena tidurnya masih sekamar, jadi gampang ketahuannya. Tiba-tiba aja, baju saya kok basah ya.. kok ada bau pesing ya.. Bener kan, anaknya ngompol. T____T
Lah, ini sekarang kamar udah pisah, susah ketahuannya. Jadi syarat wajibnya memang dia harus lulus toilet training dulu, dan jangan lupa pipis sebelum tidur.
Baca juga: Drama Toilet Training itu Sudah Usai
Semua cara-cara dan aturan saya ini berlaku selama dia sehat. Kalau dia sakit, jelas saya akan ngungsi tidur sekamar dengan dia.
Dan tadi pagi dia barusan bilang, “Masha itu juga punya rumah sendiri lho, Buk.. Tapi aku kok enggak punya rumah sendiri..”
Duh, pelan-pelan yaa.. Please, don’t grow up so fast, babe. Sekarang nyicil kamar sendiri dulu aja. Rumahnya besok-besok-besok-besok-besok kalau kamu sudah besarrr.
Masha yg punya rumah sendiri mskdnya masha and bear mba? =D.
Asyik banget anakmu udh brni sendiri. Anakku blm nih, ga mau lepas dr papinya -_- .. Jd susah kalo mau berduaan ama si papi #eh =D
Tp memang kamar yg tadinya udh mau kubikin utk dia, msh blm di susun sih. Udh ada niat mau didekor supaya anaknya betah. Dia udh lama bilang pgn tmpt tidur tingkat. Kali aja kalo aku beliin, mau pindah tidur sendiri =D