Haloo.. apa kabar kalian di minggu ini?
Minggu ini banyak event yang menggetarkan rasa nasionalisme deh.. Setelah Hari Kemerdekaan RI ke-73, lalu menyusul opening ceremony Asian Games 18th. Terharu menjadi bagian dari Indonesia. Dan yang sebelumnya pengin balik lagi ke Bali, trus galau. Liburan selanjutnya, mau di kota lain aja. Indonesia terlalu luas kalau cuma nguplek Jawa-Bali mulu.
Tapi trus mikir, yang tiket pesawatnya affordable apa yaa.. Nasib kaum milenial yang pas-pasan. Pengin liburan, uang sakunya selalu pas. Lol..
Pak Jokowi, tolonglah setelah harga minyak sama semua se-Indonesia, program selanjutnya bikin harga tiket ke luar Jawa murah-murah ya… Masak ya, lebih murah tiket ke Singapore ketimbang ke Medan.
*
Masih cerita tentang Bali. Dan kujanji ini akan jadi postingan terakhir tentang liburan ke Bali kemarin.
Salah satu tempat wisata yang dikunjungi di Ubud adalah Antonio Blanco Renaissance Museum. Yaitu, museum lukisan karya pelukis asal Spanyol yang “terdampar” di Indonesia. Beliau jatuh cinta dengan Indonesia dan wanita Bali, bernama Ni Rondji, yang juga seorang penarinya presiden Soekarno.
Sebenernya ya, saya bukan penikmat fanatik lukisan. Keinginan untuk main ke Artjog kemarin aja enggak terealisasi. Kenapa sih, kalau di Jogja apa-apa jadi berasa mahal. Ngeluarin duit buat beli tiket Artjog aja eman-eman. Tapi kalau di luar kota, bral-brel aja keluar duitnya. Ya karena elu di Jogja bukan buat liburan, Ni.. Tapi buat kerja. Lol.
Hm.. Atau emang di Jogja, emang apa-apa mahal ya, kecuali makanannya.
*
Oke, balik lagi ke Museum Antonio Blanco.
Jadi, museum ini ada di Ubud. Harga tiket masuknya Rp30.000 untuk dewasa dan gratis untuk anak di bawah 10 tahun. Kata petugas loket, nanti kami bakal dapet free welcome drink. Tapi sampai keluar, mana minumannya? Enggak ada satu orang pun yang mempersilakan minum. Kami juga lupa nanyain, karena masih terpukau dengan karya-karya Antonio Blanco.
Begitu kita masuk ke halaman museum ini, semua tampak asri sekali. Ada burung kakatua, photobooth, dan air mancur yang cantik. Museum juga tampak seperti istana yang megah.
Fyi, di halaman luar ini kita masih boleh foto-foto. Tapi begitu masuk ke dalam area museum, tidak boleh sama sekali mengambil foto, baik itu pakai kamera ataupun kamera ponsel. Alasannya, karena cahaya blitz dari kamera, nanti bisa merusak lukisannya. Kalau alasan lain dari saya, ya supaya lebih eksklusif. Orang-orang kalau mau menikmati lukisan Antonio Blanco harus dateng ke museum ini, enggak bisa cuma googling doang, trus tar muncul di berbagai blog atau sosial media.
Batas pertama kita diperbolehkan memotret lukisan adalah di depan ini. Foto bersama lukisan Antonio Blanco. Setelah itu, sudah blas enggak boleh sama sekali. Kalau sepi dan enggak ada tour guide, tetap dipatuhi ya aturannya..
Beruntung banget deh, kedatangan kami disambut oleh tour guide yang nganterin kami touring ke semua lukisan, dan jelasin satu per satu makna lukisan. Enggak semua pengunjung dapet special touring seperti ini. Jangan tanya kenapa, mungkin kami hanya kebetulan aja. Atau dari awal, kami emang cerewet banyak nanya, jadi daripada ribet ditemenin ajalah ini pengunjung. Lol
Di awal kami didongengi oleh mbak tour guide. Asal Antonio Blanco dan awal mula kedatangannya ke Indonesia. Keluarga Antonio Blanco, yang dari 4 orang anak hanya satu yang meneruskan jiwa seni melukisannya, yaitu Mario Blanco. Dia tinggal di Ubud dan yang bersama ibunya, Ni Rondji mewujudkan museum lukisan impian ayahnya ini. Sayang, saat museum ini selesai dan diresmikan, Antonio Blanco sudah meninggal.
Semua lukisan Antonio Blanco berkesan feminim banget, karena objeknya hampir semuanya perempuan. Dan kebanyakan modelnya itu istrinya sendiri. Kebayang kan, gimana dia cinta banget sama istrinya ini.
Ohya, semua lukisan Antonio Blanco juga dikonsep bagus dengan piguranya. Meski bukan dia sendiri yang membuat piguranya ya. Ada pengrajin dari Ubud, langganannya.
Tapi misal temanya “apel blablabla” (maaf, lupa >.<), ornamen ukiran di piguranya ada apelnya. Belum lagi ada yang unik, yaitu puisi yang dipasang di pigura ukiran tubuh wanita. Tulisannya kecil-kecil, jadi kalau mau baca dengan jelas, kaki wanitanya harus diangkat, diganjel kayu kecil.
Enggak usah mikir macem-macem dulu. Kebanyakan karya Antonio Blanco emang tentang perempuan, karena beliau amat mengagumi sosok perempuan.
Dari penjelasan tour guide ini, saya juga baru tahu kalau ternyata pakaian perempuan Bali sebelum tahun 1970 itu kebanyakan telanjang dada. Wow! Sampai hotel langsung berabe googling. Ternyata bener yaa.. Dan itu lazim dilakukan perempuan Bali zaman segitu. Bukan pornografi, tapi karena emang adatnya waktu itu ya begitu.
Jadi, kebanyakan lukisan perempuan di sini ya telanjang dada semua.
Lalu, ketika berhenti di suatu lukisan kami dikasih teka-teki. Tanya tour guidenya, “Di lukisan ini, Pak Antonio kasih teka-teki ke kita. Ada berapa botol yang ada di lukisan ini?”
Mikir. Di ujung-ujung pigura ini ada ukiran botol, dan di lukisannya ada perempuan memegang botol dan sekitarnya ada gambar botol. Kami menebak jumlah botol dan tetottt. Salah.
Katanya, “Botol ini, ini, ini,ini, dan 2 botol susu ini.”
LOL. Yang cerdas langsung bisa menebak maksudku, meski tanpa lihat lukisannya. LOL. Yakan, lukisannya enggak boleh difoto.
*
Total lukisan di museum ini ada ratusan (duh, lagi-lagi lupa, maaf >.<). Enggak semua lukisan dipajang, tapi gantian. Jadi kalau suatu hari saya ke sini lagi, bisa jadi bakal lihat lukisan yang beda.
Gedung museum ini terdiri dari 3 lantai. Tapi lukisan cuma ada di lantai 1 dan 2. Lantai 3 cuma dak-dakan kosong (ya ampun, apa sih bahasa indonesianya dak-dakan) yang ada hiasan patung-patung. Dan dari situ kita bisa lihat pemandangan Ubud dari atas. Tapi ya sebenernya enggak keliatan amat juga sih. Terhalangi pohon-pohon yang rimbun banget.
Sayangnya saat itu lagi hujan, jadi kami enggak bisa lama-lama di lantai 3 yang terbuka itu. Langsung mlipir turun ke bawah, menuju area museum sisi lain.
Di sini kita bisa lihat foto-foto keluarga Antonio Blanco beserta istri dan anak-anaknya, kliping liputannya dari beberapa majalah dan koran lokal ataupun internasional, bisa beli postcard gambar lukisannya, dan ada sebuah buku yang berisi full karya Antonio Blanco beserta deskripsinya.
Yang paling lucu adalah, di salah satu buku yang berbahasa Indonesia, di cover depan ditempel sebuah surat dari pencuri buku ini. Inti suratnya adalah, dia minta maaf karena pernah mencuri buku ini. Dia mencuri karena begitu menyukai karya-karya Antonio Blanco. Tapi dia menyesal dan tidak ingin mengulanginya lagi.
Wah, emang sih ya.. karya-karya Antonio Blanco ini bagus-bagus dan collectable. Tapi saya enggak berani nanya harga. Karena yakin, pasti harus jual rumah dan mobil dulu untuk bisa beli 1 buah lukisan. Jadi mending dinikmati aja sambil santai, tanpa harus difoto, apalagi dipegang-pegang.
Yes! Meski hampir enggak pernah berkunjung ke museum seni, tapi enggak gagap juga. Tetep tahu aturan main berkunjung ke museum seni.
*
Perjalanan ke luar, sampailah kami di sebuah ruangan yang berisi ratusan koleksi Antonio Blanco yang non-lukisan, yaitu kamera. Wow! Dari yang paling jadul banget sampai lumayan modern pada masanya.
Langsung deh kepikiran untuk mengoleksi hape. Dari yang paling jadul sampai terbaru sekarang. Tapi, emang ada yang mau lihat yaa.. Lha wong, koleksi hape juga cuma segitu-gitu aja. Lol
Di ruangan ini, kita baru diizinkan mengambil foto. Salah satunya adalah foto pura-pura melukis. Biar sah, fotolah ya… Meski kagok pegang kuas dan paletnya. Ya, gambar paling fasih juga cuma gambar gunung kembar dan sawah doang.
Kunjungan kemarin ke Museum Antonio Blanco ini sangat berkesan. Sampai dibuatin postingan khusus loh.. Memberi banyak pengetahuan baru seputar seni melukis dan sejarah Indonesia (Antonio Blanco ini berteman dekat dengan presiden Soekarno). Enggak nyesel berkunjung ke museum ini, padahal sebelumnya hampir aja cancel.
Dan kalian yang lagi ke Ubud, wajib banget mampir ke museum ini. Ngajak anak-anak juga bisa, asal tetap dalam pengawasan dan diajarin gimana etika berkunjung ke museum seni.
Ohya, sebelumnya saya sudah sounding ke Luna. Kalau seandainya di dalam museum akan melihat lukisan perempuan telanjang dada, jangan langsung buru-buru teriak “Ih, kok saru sihh..,” seperti yang biasa diucapkan kalau di rumah.
Ya, pada zaman segitu perempuan di Bali memang seperti itu, dan buktinya dia bisa paham dengan sejarah itu. Kalau sejarahnya memang seperti itu, apa yang harus ditutup-tutupi. Dan selama kunjungan, untungnya memang tidak ada celetukan-celetukan yang sebelumnya saya bayangkan. Nice girl.
Udah ah ceritanya. Yuk, main ke Museum Antonio Blanco!
Hai mbak Noni. Baru kelar baca postingan ttg liburan ke Bali kemarin nih.
daaaann…kulangsung googling tentang Antonio Blanco abis baca ini
eh aku baru tahu kalo ternyata sinar blitz bisa ngerusak lukisan
ini museum emang kerenn. si empunya museum emang hobi banget fotografi. Bbrp tahun lalu komunitas fotografi kami dari jember pernah gelar acara fotografi disana, ini sedikit dokumentasinya
Meseumnya keren euy