“Kids are precious gift sent from heaven”
Beberapa bulan yang lalu, lingkungan lagi rame tentang kekerasan pada anak. Dan itu menimpa orang yang cukup dekat dengan kami.
Antara percaya dan enggak percaya. Cuman, mau enggak percaya juga gimana. Lha wong saya sendiri enggak pernah lihat secara langsung kekerasan itu terjadi. Tapi melihat betapa para ibu saksi mata & telinga, sangat emosional setiap membahasnya, akhirnya saya percaya juga sih..
*
Kami semua mengenalnya sejak awal keluarga kecil ini ada. Ketika anaknya masih bayi, belajar jalan, ditinggal orangtuanya bekerja, ikut menjaganya ketika sang ayah harus bolak-balik ke RS mengurusi ibunya yang sakit keras, sampai akhirnya ibu kandungnya meninggal di usia anak itu 2,5 tahun. :'(
Jadi, bisa kebayang ya.. Betapa kami merasa sangat ikut memilikinya, menganggapnya sebagai keluarga, dan tidak rela ketika dia disakiti oleh ibu tiri yang baru mengenalnya 1 tahun lamanya.
*
Beberapa upaya dilakukan, mulai dari ngobrol informal sampai formal dengan ayah si anak. Juga ngobrol secara personal dengan si anak, tanpa diketahui oleh orang tuanya.
Anak itu fitrahnya jujur. Dan melihat bukti fisik serta ucapan yang keluar dari bibirnya, rasanya kok jadi enggak tega kalo enggak percaya.
Hingga akhirnya, di suatu malam kami mengobrol dengan keluarga ini, menanyai dan mengonfirmasinya beberapa hal. Lama sekali, sampai pukul 12 malam. Anak-anak yang tadinya happy karena jadi main di tengah malam, akhirnya ngantuk juga. Padahal besoknya harus sekolah.
Lagian, bikin “acara” di weekdays.. LOL
Tapi enggak sia-sia juga obrolan panjang kami. Saya mendapatkan pandangan baru, dan saya yakin mereka pun juga begitu.
*
Sebagian temen yang saya critain kasus ini, ada yang komentar, “Gilak ya, kalian itu selow banget. Sampe ngurusin keluarga orang.”
Woah!
Kita ini hidup di lingkungan yang harus care satu sama lain. Care yang bukan berarti kepo dan sotoy. Care yang bukan juga berarti ngintipin, ada barang baru apa ya yang dikirim ke tetangga. Wah.. mereka punya mobil baru, kita juga harus. Wah.. mereka abis beli kulkas 2 pintu, kita juga harus yang 3 pintu.
Tapi care atas dasar sayang pada keluarga lain. Samalah, seperti kamu lihat ada sepasang temen deket lagi bertengkar sampai tonjok-tonjokan. Apa ya enggak dilerai? Pastilah dilerai sebelum pertumpahan darah terjadi.
Bahkan andai terjadi perang bharatayuda antara suami-istri di rumahnya, hingga terdengar ke tetangga lain. Ya sebisa mungkin kita lerai supaya enggak kebablasan terjadi sesuatu yang enggak-enggak.
Jadi ya sama. Kami mencoba mengatasi hal ini sebelum hal yang lebih buruk terjadi. Sebelum muncul Arie Anggara atau Angeline yang lain.
*
Kesalahan besar adalah menganggap orang lain yang seumuran kita semuanya kaum milenial yang melek informasi dan melek teknologi. Tahu bedanya tabungan pendidikan dan asuransi pendidikan. Tahu usia berapa bayi diperbolehkan makan. Apalagi tahu UU Perlindungan anak. Wooo… tentu tyda.
Meskipun internet sudah semasif ini, keterbukaan informasi sudah se-open ini. Setiap hari mengakses sosial media, tetapi penggunaannya sebatas untuk bekerja khususnya jualan. Malas baca berita, akses artikel-artikel yang bermanfaat untuk pengembangan diri, apalagi ilmu parenting terbaru.
Ini yang terjadi kemarin. Dan saya bersyukur bisa ambil bagian, memberi sedikit edukasi tentang betapa berharganya seorang anak kecil. Sekalipun mereka bukan anak kita. Tetapi ketika mereka dititipkan pada kita, berarti Tuhan tahu bahwa kita mampu menjaganya, merawatnya.
Entah itu kita sebagai ibu tirinya, gurunya di sekolah, nannynya, neneknya, tantenya, budenya, tetangganya, atau siapapun. Ketika Tuhan sudah menghadirkan mereka di tengah kehidupan kita, artinya kita harus menjaga amanah baik itu.
*
Prinsipnya, kekerasan terhadap anak itu cukup luas. Mulai dari kekerasan fisik, keterlibatan anak dalam peperangan dan hal kriminal, sampai kekerasan seksual. Semua anak harus dibebaskan dari semua hal itu.
Sudah ada dijelasin komplit di UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kalau ada yang terbukti melanggar, hukumnya juga sudah jelas. Minimal 3 tahun, maksimal 6 tahun pidana, atau denda 720 juta rupiah.
Sebelum kekerasan terhadap anak itu kebablasan hingga memakan korban, kita emang wajib banget care, mengedukasi, sampai dengan melaporkan. Bisa mulai dari aparat paling kecil, RT, RW, Desa, Kecamatan, sampai ke pihak Kepolisian, atau langsung ke Komisi Perlindungan Anak di provinsi setempat.
Kalau ke Komisi Perlindungan Anak, mereka akan membantu mengedukasi sampai memantau pekembangan anak, sekalipun mereka sudah tidak tinggal di dekat kita.
*
Beruntung loh, saya tinggal di lingkungan yang care satu sama lain. Padahal perumahan gini, yang ketemuan papasan juga kadang-kadang. Tapi untuk hal-hal kemanusiaan emang butuh kepedulian sekitar. Sebelum ada Arie Anggara atau Angeline yang lain, para tetangga atau keluarga terdekat ini yang wajib ikut memasang mata dan telinga jika terjadi kekerasan terhadap anak.
Seperti dari..
[su_highlight background=”#f7d2ee” color=”#e20671″]> Penampilan Anak[/su_highlight], misalnya anak itu dari keluarga yang berkecukupan. Anggota keluarga lain penampilannya cukup bersih, tapi anak tersebut tidak. Atau dulu dia berpenampilan cukup rapi dan terawat, tapi sekarang enggak. Boleh kok, kita mulai-mulai sedikit kepo.
[su_highlight background=”#f7d2ee” color=”#e20671″]> Sikap Anak[/su_highlight], misalnya dulu anak itu adalah anak yang terbuka, sering main sama temen-temennya. Tiba-tiba dia berubah jadi anak tertutup dan enggak pernah main ke luar. Kalau ditanyain, enggak mau cerita, terlihat menghindar atau menutupi.
[su_highlight background=”#f7d2ee” color=”#e20671″]> Kondisi Fisik[/su_highlight], ini termasuk hal yang terlihat tapi itu kalau kita peka juga.. Misalnya lebam atau bekas goresan di wajah (yang paling kelihatan) atau di dalam tubuh. Tapi itu baru kelihatan kalau kita melihat di balik bajunya, atas izin si anak tentunya..
[su_highlight background=”#f7d2ee” color=”#e20671″]> Suara Tidak Wajar[/su_highlight]Jangan cuek dan malah ngencengin speaker, ketika denger suara-suara aneh di sekitar. Suara teriakan, rintihan kesakitan, sabetan, atau pukulan. Sangat boleh kita pasang telinga curiga, untuk siap-siap ambil tindakan penyelamatan.
*
Intinya, CARE.
Enggak cuma berani di sosmed, “Maaf sekedar mengingatkan..” Naa.. coba deh, ngomong beneran ke orangnya untuk hal-hal yang menyangkut kemanusiaan. Berani enggak?
Dan yang penting lagi, enggak cuma tetangga sekitar aja yang wajib memasang mata-telinga dan bisa melaporkan jika terjadi kekerasan pada anak. Bahkan ketika kita lagi jalan ke suatu tempat dan melihat kekerasan pada anak, kita boleh banget melaporkannya ke Polisi atau ke Komnas Perlindungan Anak.
Jadi plislah.. meskipun kita tinggal di zaman yang makin individualis ini, jarang tegur-sapa sama tetangga, atau ketemuan tatap muka itu masih untung kalo bisa seminggu sekali. Ayo lebih berperikemanusiaan sama lingkungan sekitar. Enggak usah jauh-jauh donasi ke ini-itu di negara anu, tapi coba care ke lingkungan yang paling deket dulu.
Dengan demikian kita sudah mengambil peran penting untuk menyelamatkan masa depan anak-anak kita.