Punya Mainan Banyak Tidak Baik Untuk Anak

Punya Mainan Banyak Tidak Baik Untuk Anak

Anak kecil mana sih yang enggak suka dikasih mainan? Pilih pasta gigi aja bukan berdasar merek, tapi dilihat hadiahnya apa. Sering juga beli snack yang penting ada hadiah mainannya, lalu isi makanannya enggak dimakan. Kesel akutuuu..

Padahal dulu ketika masih bayi, saat-saat euforia punya anak, suka banget beliin mainan. Anaknya belum bisa ngomong, belum bisa minta, tapi rajin banget beliin mainan.

Teether punya beberapa, karena bentuknya sungguh menggemaskan. Boneka punya macem-macem karakter, karena wagilaseh… Lucu banget, masa enggak dibeli. Mainan masak-masakan punya berbagai set. Karena set yang ini ada kulkasnya, yang set satunya ada kompornya. Aduh, bingung akutu… beli aja sih dua-duanya.

Anak baru aja bisa nyusun puzzle sendiri, langsung dibeliin puzzle bermacam-macam bentuk. Yang dalam 2 hari langsung hafal nyusunnya. Kemudian bingung, haruskah kubelikan lagi puzzle baru yang lebih menantang.

Ah, buat anak juga. Akan kulakukan apa pun supaya dia bahagia.

Lalu ketika teman-temannya betah bermain di rumah, makin bahagia lagi. Katanya, rumah Luna banyak mainannya, jadi pada seneng main. Wah, ternyata aku berhasil membuat rumah ini nyaman untuk anak-anak lain. Kan jadi lebih enak ngawasinnya kalau anak-anak main di rumah sendiri.

Nah, baru pusing kalau mereka heboh teriak-teriak saat kami lagi pengen istirahat, atau membuat rumah super berantakan karena semua mainan sebanyak itu dikeluarkan. Baru mau mengajak mereka membereskan mainan bersama-sama, tapi tiba-tiba zing sepi. Mereka semua keluar, pulang ke rumah masing-masing, lupa barusan membuat kehebohan di rumah temannya.

Ya Tuhan, ternyata punya mainan banyak enggak selalu membahagiakan.

Baca juga: Mengajak Anak Merapikan Mainan

Kemarin, saya baca sebuah artikel hasil penelitian di University of Toledo Ohio. Mereka melakukan eksperimen dengan mengumpulkan 36 toddlers. Masing-masing diajak ke sebuah ruangan dan diberi mainan. Ada yang 4 mainan, ada yang 16 mainan, lalu dibiarkan bermain selama sekitar 30 menit.

Hasilnya, mereka mengamati bahwa anak yang punya sedikit mainan jauh lebih kreatif. Mereka akan berpikir, gimana caranya memainkan mainan yang sama dengan lebih lama.

Sebaliknya, anak yang punya banyak mainan akan lebih mudah terdistraksi dan tidak menikmati quality playtime-nya.

Jreng… jreng… Lah, ini udah keburu punya mainan banyak. Takut juga anak jadi enggak kreatif gara-gara kebanyakan mainan.

Ottoke.. #1

Masih di artikel itu dilanjutkan. Ada pengalaman lain, dari seorang ibu bernama Britons yang menghabiskan uangnya 3 miliar poundsterling uangnya dalam setahun untuk beliin anaknya mainan. Wagila banget sih itu.

Dan hasilnya, dalam setahun anaknya berhasil mengumpulkan 238 jenis mainan. Tapi yang sering dipake main cuma 12 macam.

Langsung jleb lagi, sambil menatap box container mainan Luna.

Ottoke.. #2

Punya Mainan Banyak Tidak Baik Untuk Anak

Menerapkan Sistem Rotasi Mainan

Gimana kalau kita udah keburu punya banyak mainan?

Jelas punya mainan itu-itu aja lama-lama akan membosankan. Lalu dia akan keluar cari hiburan mainan yang lebih seru di rumah temannya. Waduh. Enggak mau juga sih anak jadi lebih betah main di rumah orang lain karena mainannya lebih variatif. Sedangkan di rumah sendiri, mainan itu-itu aja.

Dan lagi.. Rasa ingin membelikan anak mainan itu enggak bisa terpendam. Selama masih punya uang, tidak mengganggu pos kebutuhan pokok, apalagi tabungan pendidikannya. Tentunya, sebagai orang tua yang baik hati dan sayang anak, pengin banget beliin anak mainan baru.

Masa tega sih, biarin anak menatap etalase toko mainan sambil berdoa. Ya Tuhan, bukakan hati orang tuaku semoga mereka enggak pelit lagi.

Atau… mereka mendekap erat mainan punya temannya, enggak mau dikembalikan. Karena dia sangat pengen mainan itu, tapi kita keras enggak mau beliin. Bukan karena enggak punya duit atau harga mainannya mahal. Tapi karena kita pelit dengan dalih saktinya, mainan di rumah ada banyak.

Baca juga: Drama Membelikan Anak Mainan

Menjawab kegalauan itu, ada cara menarik yang disarankan di artikel itu, yang wajib diterapkan enggak cuma di sekolah dan nurseries, tapi juga di rumah, yaitu menerapkan sistem rotasi mainan.

Kumpulkan mainannya semuanya. SEMUANYA. Lalu pilih mana mainan yang akan digudangkan, mana mainan yang tetap akan ada di box container mainan.

Sebaiknya sih, jangan lakukan ini bersama anak. Mending cari waktu saat dia lagi sekolah, atau sudah tidur. Karena pengalaman saya, dia enggak bakal mau mainannya digudangkan. Maunya semua numpuk di box, padahal yang dibuat mainan ya cuma itu-itu aja.

Kalau sudah digudangkan, jangan buru-buru menyumbangkan mainan itu ke orang lain, atau dijual, apalagi dibuang. Tetap simpan di gudang selama beberapa waktu. Kalau lagi beruntung, anak enggak bakal inget mainannya sebagian digudangkan. Tapi kalau lagi apes, bakal nanya sih.. Loh, kok sayur-sayuranku yang itu enggak ada ya?

Baru setelah beberapa lama, misalnya 3 bulan kemudian atau anak sudah kelihatan bosan dengan mainan di box-nya. Keluarkan mainan yang tadi digudangkan. Taraaa dia akan merasa punya mainan baru lagi.

Yes!

Selektif Memilih Mainan Anak

Sekali lagi ya.. Membatasi jumlah mainan anak bukan berarti kita enggak boleh membelikan mainan anak sama sekali. Asalkan kita mampu belinya.

Buat saya, membelikan anak mainan itu seperti mengukir kenangan indah untuk dia. Seperti saya yang selalu ingat boneka teddy bear yang dibelikan Bapak dulu, dan masih disimpan sampai sekarang. Atau deretan figure anjing Dalmatians yang dibelikan Mama, karena saat itu saya penggemar berat film 101 Dalmatians.

Saya ingin mengukir kenangan itu di memori Luna, jadi saya tetap memilih untuk membelikannya mainan.

Tapi syaratnya…

Selain menerapkan sistem rotasi mainan itu tadi, juga lebih selektif memilih mainan untuk dia.

Pilih mainan sesuai usianya. Enggak mungkin kan, anak udah segede ini masih saya beliin puzzle isi 8 potongan. Tingkatnya udah lebih expert, belinya puzzle minimal 40 potong.

Jangan belikan mainan yang dia sudah punya. Kalau sudah punya mainan mesin kasir, kenapa harus dibelikan lagi. Kalau sudah punya 1 mainan stetoskop, kenapa harus punya 2. Kecuali kalau kelupaan dan seringnya emang lupa bahwa sudah punya di rumah. LOL.

Kalau udah terlanjur gitu, simpen aja salah satunya.

Baca juga: Mainan Anak, Bikin Sendiri atau Beli

Mainan anak itu ada banyak sekali. Tiap tahun rasanya selalu ada jenis mainan baru. Emang kalau dituruti semua enggak bakal ada habisnya. Apalagi kalau lihat di website Shopee, koleksi mainan anaknya ada banyak banget. Sungguh menggoda iman.

Setiap orang tua dan anak punya kelemahan masing-masing tiap lihat display atau deretan pilihan mainan anak. Kalau saya, selalu merasa teruji ketika lihat ragam mainan edukatif.

Salah satunya, mainan meronce huruf. Aduhh ini masih jadi wishlist banget. Karena Luna lagi di tahap belajar baca dan aktivitas meronce itu bagus banget untuk melatih motorik halusnya.

Langsung masukan di list favorit dan suatu saat produk ini bakal kebeli.

Tapi sebelumnya, beresin dulu box container mainannya. Sortir dan gudangkan sebagian. Atau, sumbangkan beberapa ke anak-anak lain yang lebih membutuhkan.

Jumlah mainan terjaga, belajar berbagi juga.

 

Kalau kalian pengen beliin anak mainan apa?

39 thoughts on “Punya Mainan Banyak Tidak Baik Untuk Anak

  1. Hai Mba Noni, sebelum baca tulisan ini aku selalu berpikir mainan anakku kurang, karena aku slalu mbandingin sama mainan anak ttga yang jumlahnya 3 box gede, itupun belum mainan mobil mobilan batere yg bisa dinaiki itu hahaha, lha anakku cuman punya 1 box kecil yang udah sesek bgt, jadi merasa kasihan aku..

    Tapi positifnya ya dia jadi lebih suka mainan di luar /mainan alat lain di sekitarnya termasuk sutil, sendok dll. wkkwkw..tapi syukurnya dia gak pernah ngerengek atau tantrum minta mainan,
    atau belum ya..aduh jangan dehh ya..hihihi, thx sharingnya mba..:)

  2. hihihi… anak saya klo minta mobil-mobilan selalu saya bilang “kan sudah punya di rumah”. Keseringan dibilangin begitu, akhirnya kalau minta mainan, dia sudah milih mainan yang belum dipunyai di rumah. Kalau yang sudah bosan mainin, biasanya saya tanyain “Mainannya ini di kasih ke … aja ya”, biasanya sih terus mainannya dimainkan lagi hehe…

  3. Iya ya. Segala sesuatu yang berlebihan itu kurang baik jadinya. Aku malah kepikiran sama mainan aku sendiri, kebayanyak ngoleksi sticker buat jurnal, padahal bener yang dipake itu lagi,itu lagi seringnya. Hmmmm sepertinya harus dirotasi juga nih

  4. Bener banget pas anak pertama, pengennya beli mainan yang lucu-lucu, tapi anak selanjutnya mah direm aja dulu alasannya karena kadang anak-anak kurang bisa merawat mainannya

  5. Ini juga agak jadi PR Mbakku karena anaknya suka jelalatan liat mainan. Akhirnya tuh dikumpulin di box dan dimainin beberapa saja. Dulu ya kadang kita gatel liat mainan yg lucu2. Tapi kebanyakan ya empet juga

  6. Aku malah jarang beliin mainan buat anak. Pake yang ada, atau terkadang dapat lungsuran dari sepupu. Lainnya, ya anaknya aja yang kreatif buat. Kalau di rumah sudah ada kardus, mereka deh yang rusuh bikin project apapun itu…

  7. Kangen beud sama tulisan kak Noni.

    Emm,
    Aku juga gak punya ragam mainan siih…apalagi setelah anak-anak masuk SD.
    Mereka sekarang cenderung berkreasi.

    Misal : si kaka sedang hobi jahit baju.
    Jadi mainannya minta benang, jarum jahit, dkk.

    Si adik senang menggambar.
    Mainannya beralih ke kertas, aneka alat gambar.

    Etapi….
    Adik masih sering nagih dibelikan mainan terbaru diink…macam LOL atau smooshy-smooshy.
    Dan entaaah…apalagi namanya, ku gak hapal.

  8. Sering kaget lihat mainan anak orang kaya yang buanyak banget. Apalagi semuanya bermerk. Jadi bikin makin kaget kalo lihat mainan anak kampung yang cuma itu-itu aja tapi juga bisa bahagia.

    Benar juga, bahagia kita yang tentukan.

  9. Banyak banget kalimat yg nohok aku sbg pembeli mainan juga. Hahaha.. Ide bagus banget sistem rotasi ini. Akan aku coba mulai besok. Yes

  10. Wah… mainannya banyak banget ya, Luna.. eh tapi bener loh soal rotasi digudangin gitu. Anakku juga pernah kayak gitu. Pas mainan lamanya dikeluarin, eh kok dia seneng banget, kayak punya mainan baru. Padahal kan mainannya yang lama. Pfftttt

  11. Setuju banget jangan dibiarin kebanyakan karenaa selain ruang geraknya biar fokus juga bisa beroikir secara jernih satu persatu, noted kalau besok aku berumah tangga hehe

  12. Berhubung belum menikah dan belum punya anak, aku tuh belum kepikiran mau belikan mainan seperti apa. Tapi, memang aku juga gak mau anak-anak aku nanti terkontaminasi dengan mainan digital yang bisa membuat mereka lupa segala hal.

    Eniwey, hasil penelitian di Ohio itu bermanfaat nih. Aku jadi punya rencana untuk membelikan anak-anak ku buku saja untuk mengisi masa ceria mereka kelak*

  13. Terima kasih untuk ulasannya mbak, saya sebenarnya melakukan hal yang demikian juga pada pakaian saya. Jadi sama halnya seperti mainan, saya juga tidak ingin punya banyak pakaian, makanya saya selalu coba merotasi pakaian saya. tulisan ini menjadi pengingat saya ketika nanti punya anak jangan sampai berlebihan dalam membelikan mainannya.

  14. Saya juga pernah baca artikel serupa tentang lebih baik sedikit mainan. Di sekolah anak2 eropa (lupa negara apa, jerman, atau daerah skandinavia), di kelasnya ga ada mainannya.. Jadi anak ya memanfaatkan apa yang ada aja biar lebih kreatif sendiri… Jadinya deh semenjak itu saya ngerem beli mainan kecuali kalo bagus dan emang lg diskon hihihi…

    Lelah juga beresinnya kalo banyak2

  15. Itu yang rumah seperti kapal pecah, baru kemarenan kejadian di rumah.
    Palaku rasanya pengen ikutan pecah juga. Dada radanya udah mau meletup.
    Main sepeda dan main bola di dalam rumah masaaaa.. Udah dibilangin tapi pada ndablek.

    Mana ada emaknya di situuu..

    Udah gitu anakku ga kebagian mainan masa. Apa yang dipegangnya direbut sama mereka.
    Pliss atuhlah, yang punya mainan siapa…

    Ya Allah.. Ku ingin berkata kasar rasanya.

    Maaf curhat ya mbaaa.. Wkwk

  16. Pernah merasakan hal yg sama. Anak2 pd main k rumah trs ngerusakin mainan ada yg niat nyolong pula, duh ya kesel. Skrg mainan disimpen cm keluarin yg dia mau aja

  17. Hai, Mbak … Anak-anakku sih sudah nggak ada yang dibelikan mainan lagi. Iyalah, mereka sudah berusia 7 dan 9 tahun. Daripada buat beli mainan ya mendingan buat bayar SPP, wkwkwwk …

    Dulu semasa masih ngantor, aku jor-joran banget membelikan mainan buat mereka. Sekarang saat bekerja dari rumah, weisss … jajan di warung aja aku batesin, hahaha …

    Anak-anak sampai sekarang masih suka mainan. Ya namanya juga anak-anak. Tapi mainan mereka ya cukup bricks aja. Jumlahnya memang lumayan banyak, sekotak guede. Saat memainkan bricks jadi bermacam-macam bangunan, nanti mereka akan eksplor sendiri, sih. Ambil apa segala yang ada di rumah mulai dari buku, tempat pensil beserta isinya, sendok, garpu, dll. Tapi sudah ngerti juga bahwa setelah itu harus dirapikan kembali.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *