Sejak jaman saya baru bisa baca sampai sekarang udah ngajarin anak baca, sering banget dengar kata orang-orang bahwa “minat baca Indonesia sangat rendah”. Dan makin rame ketika infografis yang disebar menunjukkan bahwa menurut riset UNESCO (2012), minat baca Indonesia ada di urutan ke-60, terendah kedua.
Miris banget nggak sih? Apalagi mau enggak mau, minat baca itu berhubungan dengan daya nalar bangsa ini. Makin males baca (at least itu berita di surat kabar lembaran atau online), daya pikirnya makin enggak masuk di nalar. Asal baca headline, langsung menyimpulkan, langsung asal komentar, langsung share dengan hujatan, langsung sebar hoax yang dibumbui.
Pantes sih, berita-berita ginian gampang banget digoreng. Ricuh sana-sini, gara-gara saling memainkan isu-isu yang belum tentu bener. Sampai akhirnya keluar iklan layanan masyarakat (yang desainnya enggak banget) “Katakan Tidak pada Hoax”.
Ya mau enggak mau lagi, itu karena minat baca kita yang rendah.
*
Tapi, di satu sisi melihat banyak banget pameran buku yang selalu dipenuhi pengunjung. Jadi mikir lagi, serius nih.. minat baca kita rendah? Lha, Big Bad Wolf open 24 jam aja enggak pernah sepi pengunjung loh.. Dan lihat sendiri antrian di kasir yang mengular, troli 5 diantriin, sementara yang beli 1 orang doang.
Enggak cuma BBW, Out of The Boox yang diadain rutin tiap tahun sama Mizan juga selalu rame pengunjung. Dan semalam saya barusan dateng ke event Patjar Merah yang diselenggarakan sama Agromedia Group, hujan-hujan gitu yah, yang dateng tetep banyak banget.
Jadi makin mikir, serius nih, minat baca kita turun?
*
Belum lagi, kalau ngomongin dapur penerbitan yah.. Target omzet selalu bertambah tiap tahun, karena enggak mungkinlah turun. Memperhitungkan inflasi dan kenaikan gaji karyawannya, enggak mungkinlah bertahan kalau omzet tiap tahun segitu-gitu aja.
Jumlah penerbit di Indonesia ya masih banyak juga. Meski penerbit kecil memang sudah gulung tikar, kalah saing dengan penerbit mayor. Tapi jumlah penerbit mayor di Indonesia juga tetap ada banyak. Mizan grup, Gramedia grup, Erlangga, Intan Pariwara, Tiga Serangkai, Kesaint Blanc, Kanisius, Andi Offset, Agromedia grup, dll.
Masih bertahan dan semakin kuat sebanyak gini. Serius nih, minat baca kita turun?
*
Tagar #1000before3yearsold, #readingchallenge, #nowreading, #bookreview, #childrenbookreview, #bookstagrammer, semuanya juga rame. Enggak ada yang sepi postingan.
Gini masih rendah ya minat baca kita?
*
Atau jangan-jangan, ya emang kita belanja buku cuma buat hiasan rak doang. Terlihat sayang anak dan peduli pada literasi karena borong buku anak banyak banget. Ngikutin challenge-challenge biar kelihatan keren doang. Karena millenial enggak suka baca itu kayaknya menyedihkan banget. Jadi, at least posting foto bukunya doang, review sekilas (padahal belum kelar baca), paling enggak sudah cukup menyelamatkan biar enggak terlihat menyedihkan.
Kalau anak kita jarang baca, juga itu kelihatan kebangetan banget. Anak kita kan generasi penerus bangsa, dia harus lebih menyukai buku ketimbang kita. Apalagi kita mampu juga beliin dia buku. Dan warehouse sale buku itu ngetrend sekali, kalau belum ke sana kayaknya enggak gaul. Baiklah… mari kita belanja buku yang banyak.
Urusan dibacanya kapan? Entar dulu, yang penting belanja. Buat anak masa pelit sih..
Ya, padahal anak punya koleksi buku banyak di lemarinya belum menjamin juga dia bakal jadi pecinta buku, atau minat bacanya akan lebih baik daripada kita.
Kitanya gimana? Masih rajin story telling ke dia enggak? Ada reading time khusus buat dia enggak? Seberapa banyak buku di lemarinya yang pasti selalu dibaca berulang? Dan apakah kita sudah memberi contoh dengan membiasakan diri membaca buku SETIAP HARI?
*
Tulisan ini bukan untuk menyindir siapa-siapa sih.. Oh, oke.. Lebih tepatnya menyindir saya, karena masih selalu impulsif belanja buku. Beli buku bukan untuk rutin dibaca, tapi buat menuh-menuhin rak, buat dipost di IG feed dan stories, supaya terlihat bahwa saya adalah ibu yag peduli literasi anak usia dini.
Padahal rutinitas read a loud da bedtime stories masih juga bolong-bolong. Dengan koleksi buku sebanyak itu tidak serta merta membuat Luna jadi anak yang menggilai buku, dan masih lebih suka Youtube ketimbang buku.
Ya kalau kayak gini terus-terusan, wajar ajalah kalau minat baca Indonesia segini-gini aja. Karena daya konsumtif meningkat, enggak diiringi konsisten ningkatin minat bacanya.
Semoga kamu enggak ya!
Aku masih sesekali bacain buku ke anak. Memang untuk membiasakan anak suka baca buku harus dimulai dari diri sendiri.