Ngobrolin Pajak Buku

Ngomongin Pajak Buku

Kamis minggu lalu, adalah kali pertama saya menghadiri pembukaan event warehouse sale Out Of The Boox. Tahun sebelumnya, OOTB diadakan pas saya sedang cuti natal, jadi sepi anak kantor yang hadir. Makanya kali ini, sengaja datang untuk meramaikan Preview Day-nya.

Pembukaan event OOTB ini dihadiri oleh beberapa pejabat pemerintahan. Bupati, Camat, dan Lurah setempat. Di Jogja, ini kali pertamanya ada event pameran buku besar dilaksanakan di daerah. Biasanya kan di kota yaa.. Ini di gedung serbaguna desa Condongcatur. Ya meski tetep mlipir deket jalan protokol sihh..

Dan ohya, dulu saya gelar resepsi nikah di gedung itu juga loo.. Lol. Info penting.

Saat membuka event pameran ini, dalam speech-nya, Pak Camat menyebutkan beberapa harapan tentang perbukuan. Salah satunya, “Semoga Mizan Group, khususnya Bentang Pustaka, bisa menurunkan harga jual bukunya, supaya lebih terjangkau.”

Denger ucapan itu, saya dan temen saling pandang-pandangan. And like a rolling eyes. Rasanya pengin bales bilang, “Pak.. tolong bantu sampaikan ke Bu Sri Mulyani dong. Itu pajak buku dihilangkan aja gimana.”

*

Dalam sebuah buku, terdapat banyak sekali komponen biaya. Redaksional, Percetakan, Marketing, Distribusi.

Redaksional ya.. disitu ada biaya royalti penulis, bayar biaya editing, desain cover, print dummy, desain ilustrasi, setting, proofing, convert naskah ke Epub, bayar gaji saya sebagai penanggung jawab editornya, bayar gaji OB yang tiap hari bolak-balik ke digital printing untuk ngeprint dummy, dll.

Percetakan juga sama. Ada biaya kertas, mesin cetak yang listriknya mahal, maintain mesinnya, tinta, wrapping, gaji operator mesin, belum kalau ada kesalahan cetak biaya bakal nambah lagi, dll.

Marketing, sama. Ada biaya bolak-balik meeting bareng penulis untuk konsep promo bukunya, biaya PO buku, biaya pasang Ads di FB dan Instagram, biaya desain dan bikin gimmick, biaya launching buku, biaya entertain penulis, bikin materi promo, bayar endorse buzzer dan influencer, dll.

Distributor, banyak juga. Ada biaya ngirim berkoli-koli buku untuk didistribusikan ke semua toko buku di Indonesia, packaging buku untuk dikirim ke reseller atau end user yang belanja langsung via distributor, gaji para sales yang memantau display buku tetap aman, dll.

Dan masing-masing bagian, memiliki beban pajaknya masing-masing. Royalti penulis, ada pajaknya. Bayar gaji kami, ada pajaknya. Bikin gimmick atau merchandise, baru-baru ini pun harus dilaporkan untuk dihitung pajaknya. Kertas jelas ada pajaknya. Apalagi distributor, ada pajaknya.

Jadi kebayang ya kalau beban sebuah buku itu begitu berat. Tapi Dilan kuat, karena bukunya masuk kategori mega bestseller. Padahal masih ada ribuan buku lain yang enggak sekuat Dilan.

*

Sederhananya gini, setiap buku minimal mengandung wajib pajak: royalti penulis 15%, percetakan 10%, pajak kertas 10%, pajak distribusi 10%.

Sejauh ini, hanya ada 2 jenis buku yang tidak kena wajib pajak. Buku dengan kategori pendidikan dan agama. Sisanya, kena pajak semua, karena termasuk buku hiburan. Padahal ya.. buku-buku novel, sastra, inilah yang terbukti bisa meningkatkan literasi masyarakat.

Saya jadi suka banget baca karena digelontori novel-novelnya Enid Blyton, bukan buku kumpulan soal taklukkan Ebtanas dengan NEM tinggi.

Apa ya, bukunya mau dikasih judul “Friendzone Pendidikan”, “Menaklukkan UN di Hatinya”, “Cinta Bersemi di Ujian Sekolah”. Biar bebas pajak semua. Maksa

*

Dulu, saya pernah bahas serba-serbi royalti buku. Ada perhitungan pembagian keuntungan buku ke berbagai komponen yang terlibat. Saya jabarin lagi aja ya di sini.

Kurang lebih, begini pembagian keuntungan sebuah buku:

  • 10% royalti penulis,
  • 20% untuk biaya produksi & cetak
  • 5% untuk transportasi
  • 5% untuk promosi
  • 10% untuk penerbit
  • 50% rabat distributor atau toko buku

Lalu saat laporan, masing-masing masih harus dipotong pajak. Dudududu… Enggak heran kenapa harga buku itu bisa mahal banget.

Apa ya gini aja kali yaa… Tiap bayar di kasir, di nota ada rincian pembayarannya. Harga buku Rp50.000 + Ppn 10%. Total bayar Rp55.000. Biar kayak jajan kopi di cafe-cafe. Dan biar orang-orang notice, bahwa yang membuat harga buku mahal itu bukan karena penerbitnya matre dan semena-mena. Tapi karena ada unsur pajak macem-macem di dalamnya, yang tidak banyak orang tahu.

*

Saat ini, Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia) sedang mendesak pemerintah untuk menghapus pajak buku dalam upaya meningkatkan literasi bangsa. Tapi di sisi lain, ada pendapat yang berbeda.

Enggak ada hubungannya itu harga buku mahal dengan tingkat literasi masyarakat. Mau bukunya murah, tetep aja, kalau dasarnya enggak suka buku, ya enggak bakal beli. Tapi kalau suka sama buku, mau bukunya mahal pun tetep diperjuangkan untuk dibeli.

Jadi tugasnya pemerintah sekarang, meningkatkan produktivitas masyarakat untuk menaikkan daya beli terhadap buku. Dan tugas kami (serta kalian) para pelaku industri perbukuan adalah meningkatkan literasi dengan membuat buku-buku berkualitas yang worth it banget untuk dibaca serta dibeli.

*

Gitu sih…

Duh, lama-lama capek sendiri ngomongin pajak buku. Mungkin karena saya suka buku, jadi lihat harga bukunya mahal kalau bagus tetap aja dibeli. Apalagi kalau liat warehouse sale OOTB kemarin yang harga bukunya nggilani murah-murah. Makin banyak belinya.

And fyi, buku-buku murah di OOTB atau BBW itu bukan kategori buku obral tidak laku yaa.. Buku besteller bagus-bagus pun banyak ada di situ.

Karena tidak ada buku jelek. Yang ada buku yang belum sampai pesannya ke pembaca.

 

15 thoughts on “Ngobrolin Pajak Buku

  1. Iya, pajak buku dan diskon buat toko buku di kita emang gede banget. Penulis yang notabene sebagai tokoh utama dapatnya malah kecil. Bu Menteri Keu sampai sekarang janji-janji mulu neh …

  2. Wow, lumayan banget ya potongan pajaknya. Kenapa nggak sekalian aja jadi satu tanpa rincian gitu, hehe.

    Pantesan buku-buku pada mahal ya. Ini to penyebabnya.

  3. Suka banget iih…
    Akutu kangen sama tulisan kak Noni.

    Nulis lagi doonk kak…tema-tema keseharian kak Noni bikin aku punya pandangan baru.
    Kek gini aja niih…

    Buku-buku jadi mahal karena pajak.
    Tapi…jadi lari ke perpus sii…kak.
    Atau pinjam di perpus online.

    Mungkin suatu hari nanti yaa…buku di Indonesia bener-bener terjangkau dan ada program book on the road.
    hehehee…impian.

  4. Jadi inget saat-saat bekerja di penerbit buku dan ngurusin royalti penulis, pajak buku memang lumayan besar dan membuat harga buku juga mahal, kalau buku nggak laku dan diobral

  5. Ternyata seperti itu ya mbak perinciannya, iya sih kapan hari pernah ramai juga dibicarakan soal pajak buku itu.
    Aku tambah semangat kalau ada promo atau Bazaar buku gitu mbak. Walau buku lama tapi yg namanya buku, tetap lezat utk dibaca hheee

  6. Loh aku baru tau mbak Noni kerja di penerbitan buku. Aku dulu sempat kerja di penerbitan buku juga mbak. Yang pertama jadi admin marketing, yang kedua jadi sekretaris penerbitan, yang terakhir jadi asisten si owner. Aku ngerti gimana ribetnya sesbuah proses dari naskah jadi buku yang bisa kita pegang. Dan …..pajak buku itu benar2 ngeberatin, persis kaya rindunya Dilan

  7. diriku sebagai penulis juga menikmati royalti 10% dengan pajaknya mencapai 21% dan sekarang sudah turun … lupa berapa persennya… Mudah mudahan dipahami dan kenapa buku cetak harganya lebih mahal dari elektronik. tapi diriku tetap suka buku asli yang dicetak. harumnya beda hehehe

  8. Aku juga tiap ke toko buku suka sedih harga buku mihil. Ngebayangin gak semua org bisa beli.
    Tapi iya emang sih komponen cetak satu buku tu mahal ya mbak. Moga2 pemerintah jg ada tindkan soal pajak buku ya, udah untung gak seberapa, pajak segitu huhuhu. Yg diugikan masyarakat, mana minat baca juga rendah…

  9. hmm ternyata gtu perinciannya mba. pajak buku yg lumayan besar itu ngeberatin yaah.
    skrg jg udah banyak e-book tapi aku tetap kurang sreg baca di e-book. masih cinta buku aslinya yg dicetak di kertas.

  10. Sebagai mantan karyawan penerbitan, memang pajak buku ini yang perlahan akan menurunkan minta baca, udah mah emang minat baca masyarakat kita rendah ditambah pajak buku.. duh, kok saya makin miris ya.. semoga kedepannya akan ada jalan keluar yang bisa saling menguntungkan.

  11. Tulisannya sangat bermanfaat ini,Mbak. Sebagai penulis, saya merasakan juga betapa panjangnya pembiayaan produksi buku. Tapi memang bener sih, kalo suka baca, berapa pun harganya,pasti dibeli.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *