#MyLifeAsEditor 5: Tentang Dee Lestari

supernova-gelombang-dee-lestari

Weekend kemarin, saya re-read seri kelima-nya Supernova, Gelombang (2014).

Jujur yaa.. sebenernya saya bukan penggemar fanatiknya, Dee Lestari. Dulu (sebelum kerja di sini), saya diseret-seret sama temen untuk nemenin dia ke acara “Coffee Talk with Dee” di Dixie Easy Dining tahun 2011. Nah, dari situ saya mulai “kenal” sama Dee. Lalu, takdir membawa saya bekerja di penerbit yang menerbitkan semua buku-bukunya.

Sebelum buku Gelombang terbit tahun kemarin, penerbit mau warming up dulu dengan mengingatkan pembaca terhadap buku-buku serial Supernova sebelumnya; Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh (2001), Akar (2002), Petir (2004), Partikel (2012). Salah satu caranya republish dengan ukuran dan tampilan baru.

Saat itu, saya dapat kehormatan untuk handle buku Supernova edisi republish ini. Mulai dari menyusun timeline terbitnya, mengecek isinya, sampai memastikan setting isi dan desain cover berjalan baik.

Dan dari sinilah saya mulai kenal dengan Dee yang saya sapa Mbak Dee. Read more

#MyLifeAsEditor 4: Tentang Nama Penulis

Kejadiannya sudah berlangsung dua minggu yang lalu, ketika penulis saya tiba-tiba bbm dan mengatakan, “Kalau penulisnya lebih dari satu gimana Mbak? Soalnya rektor kampus yang bersedia nulis kata pengantar itu pingin namanya ada di cover.”

Lah? Kalau yang nulis bukan beliau, kenapa doi pingin ikut-ikutan namanya dicatut jadi penulis?

Ternyata, setelah diselidik-selidiki, ada yang miss di sini. Miss communication, miss understanding, misskin informasi.

Jadih, nama orang yang muncul di cover buku itu tidak melulu harus nama penulis. Ada banyak nama yang bisa muncul di buku. Yuk ah, liat penampakan cover buku di bawah ini.

5-strategi-ampuh-berbisnis
klik untuk perbesar ya

Read more

#MyLifeAsEditor 3: FAQ Editor Buku

Editor Definition in English Dictionary.
foto diambil di sini

 

Tiba-tiba saya kepikiran untuk bikin tulisan ini, setelah seminggu yang lalu kebagian jatah #TwiTalkRedaksi di kantor, trus banyak yang nanya seputar kerjaan editor.

Plus, terkadang saya merasa sedih, pas dulu pernah terjadi percakapan seperti ini:
“Jadi apa mba di penerbit itu?”
“Editor, mba.” *pinginnya sih jawab, CEO*
“Wah, keren ya. Harus teliti dong ya..”
“Iya mba..” *hepi sambil cengar-cengir*
“Trus kalo hitung-hitungannya salah gimana?”
“Hitung-hitungan gimana mba?”
“Itu..kan jadi auditor harus teliti.”
*keselak* “Ehem..mba… saya ini editor, bukan auditor. Beda jauh atuh…”
Trus mbaknya mlipir malu…

Duh, segitunyakah profesi editor di mata masyarakat indonesia? Kayaknya gampang dan nggak penting, jadi sering diremehkan, dilupakan, dan tidak dianggap. Coba, universitas mana di Indonesia yang punya jurusan penyuntingan? Setau saya cuma dua. Jurusan Editing di Unpad Bandungdan Jurusan Penerbitan di PNJ Jakarta. cmiiw.. 😀

Padahal kalo di luar, enggak usah jauh-jauh deh, temen saya editor salah satu penerbit di Malaysia, dia dulu kuliahnya jurusan penerbitan buku. Keren ya.. Karena di luar sana, editor itu profesi bergengsi. Dan kecintaan masyarakatnya sama buku dan daya beli buku mereka lebih tinggi ketimbang di Indonesia.

Udah ah… enggak mau mengkritisi yang kayak begituan. Yang penting saya kerja jadi editor selama 7 tahun ini bener-bener saya nikmati dan syukuri. Kalo saya diprotesin karna profesinya enggak keren, saya harus kerja apa dong? Situ mau menghidupi keluarga saya?

Sekarang langsung FAQ kerjaan editor aja ya. Ini berdasarkan pengalaman kerja di dua penerbit yang berbeda dan jadi editor fiksi serta nonfiksi lo ya.. Jika ada perbedaan dengan yang kalian alami, abaikan dan jangan protes ke saya. Sekian. Read more

#MyLifeAsEditor 2: Kenapa Harus Kartini?

Ikutan OOTD Kartinian, biar kekinian.
Ikutan OOTD Kartinian, biar kekinian.

Kenapa ya harus Kartini? Padahal wanita lain juga banyak. Bisa jadi ada yang lebih pintar, bisa jadi ada yang berpikir kritis juga, bisa jadi ada yang ide-idenya lebih brilian. Iya ya, kenapa harus Kartini?

Jawabannya cuma satu. Karena Kartini menulis.

Dia menuliskan semuanya dalam bentuk surat. Pemikirannya, kegelisahannya, gugatannya, ide-idenya, mimpi-mimpinya, cita-citanya. Semuanya.

Bukan karena dia menulis status sepanjang 160 karakter. Bukan karena dia menulis status demi pencitraan dan popularitas. (saya yakin, jaman itu belum tren orang gila popularitas, pencitraan, dan kekinian.) Dia menulis karena dia ingin mengungkapkan semuanya pada sahabat-sahabatnya di Eropa.

Jangankan menulis, berpikiran maju pada jaman itu saja sudah melawan kodrat. Read more

#MyLifeAsEditor 1: Kejutan dari Strawberry

A4_STRAWBERRY SURPRISEGimana rasanya, kalau buku yang kamu konsep bakal difilmkan dan dimainkan oleh artis idola? Seneng banget!

Itu yang saya rasakan, ketika tahu buku The Strawberry Surprise karya Desi Puspitasari, akan difilmkan oleh Starvision, dan dimainkan oleh Reza Rahardian dan Acha Septriasa.

“Ih, Non.. Kamu kan cuma editornya, yang nulis itu kan Desi.”

Etapi, tahukah kalian bagaimana proses karya ini bisa menjadi novel, jika tanpa saya meminta Desi untuk menulis serial Love Flavour?

Di kantor saya (sepertinya juga di kantor penerbitan lain), pernah ada wacana untuk mengganti kata EDITOR menjadi IDETOR. Alasannya, karena pekerjaan editor tidak hanya sebatas mengedit kata dan kalimat, tapi juga sampai mengonsep, mengamati tren buku di pasaran, sampai mengorder penulis untuk mengerjakan naskah yang sudah kita konsep tersebut.

Begitu pula dengan novel The Strawberry Surprise ini. Read more