Udah lama saya enggak nulis seri ini. Setelah baru saja kemarin mendapat “kabar” yang cukup mengejutkan, trus tiba-tiba kepikir untuk menuliskan postingan ini. Enggak ada hubungannya sih, antara “kabar” tersebut dengan tema postingan ini. Tapi, “kabar” tersebut yang pasti akan menambah deretan pengalaman saya di dunia editing dan perbukuan.
Yang bagian “kabar” itu bakal saya ceritakan kapan-kapan ya.. Maunya sok misterius, padahal aslinya biar waktunya agak lama dulu jadi bahan untuk diceritain akan lebih banyak. LOL Read more
Badan saya sedang tidak bisa diajak kompromi. Leher gatal banget, nafsu pengin dibatukin. Dan seharian di ruang berAC ternyata membuat hidung tertular. Mampet, gatal, dan pengin bersin. Mungkin saya terlalu jumawa, kemarin saat sakit hampir menghampiri, saya koar-koar berhasil mengusirnya dengan ramuan tradisional. Tapi sepertinya saya mengusirnya kurang jauh. Begitu kondisi drop sedikit, langsung flu berkuasa.
Ternyata yang namanya sakit, kalau udah takdir harus sakit, ya udah ya.. sakit aja.
Dengan menulis judul itu mungkin saya akan diserang beberapa penulis buku atau blogger. Bagaimana bisa tidak ada istilah writer’s block sementara ada fase-fase di mana kita pernah mengalami buntu ide dalam menulis?
“Nulis dan nerbitin buku itu gampang kok,” kata orang yang karya-karyanya selalu lolos dan mejeng di toko buku.
“Enggak, nulis buku itu susah, sudah kukirim ke berbagai macam penerbit tapi selalu ditolak,” kata orang yang apes tidak pernah lolos dari seleksi meja redaksi.
Ada loh, orang yang selalu gigih mengirimkan naskahnya dan tebar jala ke semua penerbit. Manalah yang paling cepat terima, itu yang akan dipinang. Tapi sayangnya, puluhan kali dia mengirimkan naskahnya, saya tak pernah menerima lamarannya. Read more
Saya bukan seorang freelancer, tapi pekerjaan membuat saya sering berhubungan dengan freelancer. Dari situ saya memilah freelancer menjadi 2 tipe; fulltime freelancer dan parttime freelancer.
Untuk fulltime freelancer, pemasukannya tiap bulan benar-benar ditentukan dari berapa job yang dia terima bulan itu. Sedangkan parttime freelancer, pemasukannya tiap bulan adalah dari gaji bulanan di tempat dia bekerja tetap dan tambahannya dari bayaran job freelancenya.
Karena hampir tiap hari berhubungan dengan freelancer, daftar stok freelancer di database saya pun ada banyak. Tapi masalahnya, tidak semuanya rutin saya order. Alasannya biasanya, hasil kerjanya tidak maksimal, deadline pengerjaan selalu molor, bayarannya selalu minta naik terus, attitude-nya enggak banget, susah dihubungi, dan suka tiba-tiba menghilang kalau ditagih deadline.
Jadi, buat yang bener-bener mau menekuni profesi sebagai freelancer, saya bantu dengan memberi list hal-hal yang saya suka dari freelancer ya. Supaya job freelancenya lancar dan awet diorder terus. Read more
Di #MyLifeAsEditor kali ini saya mau share aplikasi ya. Aplikasi yang enggak jauh-jauh sama dunia perbukuan.
Mononton ya kayaknya hidup gue.. Di kantor ngurusin buku orang, di rumah baca buku, di hape isinya juga aplikasi buku. :))))
Pada tahu aplikasi Wattpad enggak? Yang suka nulis atau baca, wajib banget nih punya aplikasi ini.
Jadi, Wattpad itu semacam socmed yang berbasis buku/tulisan. Orang bebas nulis buku di sini, tanpa diseleksi sama editor. Dan orang lain juga bebas komentarin tulisannya. Nulisnya pun enggak harus langsung satu buku kelar. Banyak penulis kok yang upload ceritanya per bab.
Tiba-tiba saya kepikiran untuk bikin tulisan ini, setelah seminggu yang lalu kebagian jatah #TwiTalkRedaksi di kantor, trus banyak yang nanya seputar kerjaan editor.
Plus, terkadang saya merasa sedih, pas dulu pernah terjadi percakapan seperti ini:
“Jadi apa mba di penerbit itu?”
“Editor, mba.” *pinginnya sih jawab, CEO*
“Wah, keren ya. Harus teliti dong ya..”
“Iya mba..” *hepi sambil cengar-cengir*
“Trus kalo hitung-hitungannya salah gimana?”
“Hitung-hitungan gimana mba?”
“Itu..kan jadi auditor harus teliti.” *keselak* “Ehem..mba… saya ini editor, bukan auditor. Beda jauh atuh…”
Trus mbaknya mlipir malu…
Duh, segitunyakah profesi editor di mata masyarakat indonesia? Kayaknya gampang dan nggak penting, jadi sering diremehkan, dilupakan, dan tidak dianggap. Coba, universitas mana di Indonesia yang punya jurusan penyuntingan? Setau saya cuma dua. Jurusan Editing di Unpad Bandungdan Jurusan Penerbitan di PNJ Jakarta. cmiiw..
Padahal kalo di luar, enggak usah jauh-jauh deh, temen saya editor salah satu penerbit di Malaysia, dia dulu kuliahnya jurusan penerbitan buku. Keren ya.. Karena di luar sana, editor itu profesi bergengsi. Dan kecintaan masyarakatnya sama buku dan daya beli buku mereka lebih tinggi ketimbang di Indonesia.
Udah ah… enggak mau mengkritisi yang kayak begituan. Yang penting saya kerja jadi editor selama 7 tahun ini bener-bener saya nikmati dan syukuri. Kalo saya diprotesin karna profesinya enggak keren, saya harus kerja apa dong? Situ mau menghidupi keluarga saya?
Sekarang langsung FAQ kerjaan editor aja ya. Ini berdasarkan pengalaman kerja di dua penerbit yang berbeda dan jadi editor fiksi serta nonfiksi lo ya.. Jika ada perbedaan dengan yang kalian alami, abaikan dan jangan protes ke saya. Sekian. Read more
Kenapa ya harus Kartini? Padahal wanita lain juga banyak. Bisa jadi ada yang lebih pintar, bisa jadi ada yang berpikir kritis juga, bisa jadi ada yang ide-idenya lebih brilian. Iya ya, kenapa harus Kartini?
Jawabannya cuma satu. Karena Kartini menulis.
Dia menuliskan semuanya dalam bentuk surat. Pemikirannya, kegelisahannya, gugatannya, ide-idenya, mimpi-mimpinya, cita-citanya. Semuanya.
Bukan karena dia menulis status sepanjang 160 karakter. Bukan karena dia menulis status demi pencitraan dan popularitas. (saya yakin, jaman itu belum tren orang gila popularitas, pencitraan, dan kekinian.) Dia menulis karena dia ingin mengungkapkan semuanya pada sahabat-sahabatnya di Eropa.
Jangankan menulis, berpikiran maju pada jaman itu saja sudah melawan kodrat. Read more
Gimana rasanya, kalau buku yang kamu konsep bakal difilmkan dan dimainkan oleh artis idola? Seneng banget!
Itu yang saya rasakan, ketika tahu buku The Strawberry Surprise karya Desi Puspitasari, akan difilmkan oleh Starvision, dan dimainkan oleh Reza Rahardian dan Acha Septriasa.
“Ih, Non.. Kamu kan cuma editornya, yang nulis itu kan Desi.”
Etapi, tahukah kalian bagaimana proses karya ini bisa menjadi novel, jika tanpa saya meminta Desi untuk menulis serial Love Flavour?
Di kantor saya (sepertinya juga di kantor penerbitan lain), pernah ada wacana untuk mengganti kata EDITOR menjadi IDETOR. Alasannya, karena pekerjaan editor tidak hanya sebatas mengedit kata dan kalimat, tapi juga sampai mengonsep, mengamati tren buku di pasaran, sampai mengorder penulis untuk mengerjakan naskah yang sudah kita konsep tersebut.
Begitu pula dengan novel The Strawberry Surprise ini. Read more