
Bagi saya Jogja itu bukan kota wisata. Gimana saya bisa bilang kota wisata, kalau saya mengais rejeki di kota ini setiap hari.
Macet dimana-mana. Ribuan motor melaju kencang, semuanya buru-buru supaya tidak terlambat sampai tujuan. Ratusan mobil memenuhi jalanan, menunjukkan eksistensinya bahwa kota ini dipenuhi oleh orang-orang mampu, tidak kalah dengan ibukota.
Lantas bagaimana saya bisa menikmatinya dengan santai, seperti yang orang-orang selalu elu-elukan, “Hidup di Jogja itu santai…”
Santai mbahmu koprol! Kami ini diburu waktu kerja, janjian ketemu klien di ujung selatan sementara kantor di ujung utara, dan nanti harus balik ke rumah di ujung barat. Belum lagi kebutuhan hidup di Jogja yang semakin meningkat. Dengan menjamurnya mall di sini, menuntut kami untuk berpenghasilan lebih. Paling tidak, supaya tetap bisa jajan dan nongkrong kekinian, tanpa ngutang dan tanpa jatuh miskin. Read more